CNews – Jakarta | Sabtu, 21 Juni 2025
Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka memberikan ultimatum dua pekan kepada Iran untuk menghentikan program nuklirnya atau menghadapi risiko serangan udara skala penuh. Dalam skenario terburuk, militer AS dikabarkan siap bergabung dengan kampanye militer Israel terhadap Teheran, menjadikan krisis ini titik kritis yang bisa memantik konflik regional terbuka.
Ultimatum tersebut disampaikan menyusul eskalasi terbaru antara Israel dan Iran, yang kini telah memasuki babak baru. Trump, yang sebelumnya lebih memilih jalur diplomasi, kini menunjukkan sikap lebih agresif. Gedung Putih menegaskan, keputusan apakah AS akan ikut serta dalam operasi militer akan ditentukan dalam waktu maksimal 14 hari.
"Saya memberikan mereka waktu, dan dua minggu akan menjadi waktu maksimum," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, Jumat (20/6). "Tapi keputusan bisa diambil lebih cepat, jika saya anggap tidak ada itikad baik dari pihak Iran."
AS Siapkan Bom “Bunker Buster” untuk Fordo
Sumber keamanan senior yang enggan disebut namanya menyebutkan kepada AFP bahwa Pentagon telah mengaktifkan skenario terbatas dan skenario penuh, termasuk opsi penggunaan Massive Ordnance Penetrator (MOP) — bom penghancur bunker terdalam di dunia — untuk menyerang fasilitas pengayaan uranium Iran di Fordo, yang terletak ratusan meter di bawah tanah dan sulit dijangkau teknologi militer konvensional.
Langkah ini diyakini sebagai sinyal kepada Iran dan dunia bahwa AS siap turun tangan langsung jika diplomasi gagal.
“Presiden Trump telah memberi ruang bagi diplomasi, tapi dia tidak akan ragu menggunakan kekuatan. Dunia tahu bahwa hanya Amerika yang punya senjata cukup untuk menghentikan Fordo,” tegas Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt.
Iran Bantah Ajukan Perundingan, AS Klaim Ada Korespondensi
Sebelumnya, Trump mengklaim bahwa Iran telah meminta membuka jalur komunikasi langsung ke Gedung Putih guna merundingkan kesepakatan nuklir baru. Namun klaim itu dibantah mentah-mentah oleh Pemerintah Iran. Meski demikian, Leavitt menegaskan telah terjadi korespondensi tidak langsung antara Washington dan Teheran sejak Israel meluncurkan serangan awal.
“Kami terus melakukan komunikasi melalui jalur yang sesuai, dan kami tetap membuka peluang diplomatik,” kata Leavitt.
Sumber diplomatik di Eropa bahkan menyebutkan, beberapa negara seperti Prancis dan Jerman tengah memfasilitasi kontak rahasia antara utusan Iran dan pejabat AS di lokasi netral, namun belum membuahkan hasil konkret.
Israel Tak Akan Dihalang, Iran Jadi Target Sah
Trump dengan gamblang menyatakan tidak akan menghentikan Israel melanjutkan serangannya ke Iran. Bahkan ia menyebut Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebagai “target yang mudah”, pernyataan yang dinilai para analis sebagai sinyal dukungan terang-terangan atas strategi militer Israel.
“Israel berada dalam posisi menang. Kami tidak akan menghentikan mereka,” ujar Trump.
Langkah ini secara tidak langsung membatalkan inisiatif sejumlah negara Eropa yang mencoba mendorong de-eskalasi. AS disebut menganggap peran mediasi Eropa terlalu lunak dan tak lagi relevan menghadapi kedegilan Iran.
Pertaruhan Besar Jelang Pemilu AS
Analis kebijakan luar negeri menilai keputusan Trump ini tak lepas dari kepentingan domestik menjelang Pemilu Presiden AS. Ia tampak berusaha tampil tegas, mempertahankan dukungan dari kelompok konservatif, industri militer, dan komunitas pro-Israel.
Namun risiko politik dan militer sangat besar. Jika AS benar-benar terlibat langsung dalam perang, harga minyak dunia bisa melonjak drastis, dan konflik bisa menyebar ke Suriah, Lebanon, bahkan Irak — wilayah dengan milisi pro-Iran yang aktif.
“Kita di ambang titik balik sejarah. Dua pekan ke depan bisa menjadi waktu terakhir bagi dunia mencegah perang Timur Tengah berskala penuh,” ujar analis geopolitik Middle East Institute, Samuel Reynolds.(Red)
KESIMPULAN REDAKSI:
- Trump menetapkan tenggat dua minggu kepada Iran untuk menunjukkan niat menghentikan program nuklir.
- AS pertimbangkan ikut serta dalam serangan Israel, terutama jika perundingan gagal.
- Gedung Putih siapkan senjata pemecah bunker untuk target bawah tanah Fordo.
- Iran membantah ajukan perundingan, tetapi AS klaim korespondensi berlangsung.
- Israel mendapat lampu hijau penuh dari AS, dan Khamenei disebut sebagai "target sah".
- Konflik ini dapat menentukan arah kebijakan luar negeri AS, stabilitas regional, dan politik energi global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar