CNews – Tebing Tinggi, Sumut — Temu Karya Karang Taruna Kota Tebing Tinggi yang digelar di Aula Balai Kota Lantai 4, Jalan Sutomo, Rabu (25/6/2025), berujung kericuhan. Acara yang seharusnya menjadi momentum demokratis regenerasi kepemimpinan pemuda justru dinilai cacat prosedural, tidak transparan, dan sarat kepentingan sepihak.
Keributan pertama pecah sekitar pukul 11.00 WIB saat salah satu peserta, Sapta, secara terbuka mempertanyakan legalitas kepanitiaan Temu Karya. Dalam intervensinya, Sapta menuding proses pembentukan panitia tidak melibatkan unsur Karang Taruna dari tingkat kelurahan dan kecamatan. Ia menyebut acara ini “tertutup dan terkesan ditutup-tutupi.”
“Mengapa pengurus dari tingkat kecamatan dan kelurahan tidak dilibatkan? Undangan pun tidak jelas. Ini harus diluruskan sebelum sidang dilanjutkan,” tegas Sapta, yang mendapat dukungan riuh dari sebagian peserta lainnya.
Pernyataan tersebut memicu ketegangan dalam Sidang Pleno 2. Adu argumen antara panitia dan peserta pun tak terhindarkan. Situasi yang semakin memanas memaksa panitia menyatakan skorsing sementara demi menjaga ketertiban forum.
Ketua Caretaker Karang Taruna Kota Tebing Tinggi, Asnawi Mangku Alam, yang mencoba memberi klarifikasi justru dianggap tidak menjawab substansi. Penjelasannya memantik kecurigaan adanya rekayasa politik internal untuk memenangkan pihak tertentu.
“Temu karya ini seperti sudah dikondisikan. Ini bukan lagi forum demokratis, tapi sekadar formalitas untuk mengesahkan kepentingan kelompok tertentu,” ujar seorang peserta yang enggan disebutkan namanya.
Kritik juga mengarah pada tidak adanya kejelasan Surat Keputusan (SK) Caretaker dari Provinsi Sumatera Utara yang menjadi dasar hukum pelaksanaan temu karya. Ketiadaan SK tersebut menjadi alasan kuat bagi sebagian delegasi, termasuk dari Kecamatan Padang Hilir dan Bajenis, untuk meminta penundaan sidang pleno.
Namun, Sidang Pleno 3 tetap dilanjutkan pukul 16.00 WIB, meskipun situasi masih memanas dan jumlah unsur Steering Committee (SC) tidak lengkap. Ketua Panitia, Rum Sitorus, bahkan memilih tidak hadir karena diduga enggan ikut terlibat dalam potensi cacat legalitas.
Ketika sebagian peserta menyuarakan agar sidang dipending, forum tetap dipaksakan berjalan. Akibatnya, kericuhan kembali pecah. Rapat Pleno 3 akhirnya dibubarkan secara resmi tanpa menghasilkan keputusan final yang sah.
Ironisnya, sekitar pukul 19.00 WIB, beredar kabar di media sosial bahwa Jatmiko, S.Pd., telah terpilih menjadi Ketua Karang Taruna Kota Tebing Tinggi periode 2025–2030. Penetapan ini menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin keputusan diambil setelah rapat resmi dibubarkan?
Sapta dan sejumlah peserta menyebut pemilihan tersebut cacat hukum dan tidak sah.
“Ini bukti ada skenario tersembunyi. Rapat sudah bubar, tapi ada yang tetap mainkan keputusan demi memenangkan calon tertentu. Ini bertolak belakang dengan semangat Mars Karang Taruna: ‘Karang Taruna milik kita semua, bukan milik golongan’,” kritik Sapta.
Peristiwa ini menjadi sinyal kuat kegagalan pembinaan organisasi sosial kepemudaan di tingkat kota. Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan Dinas Sosial diminta tidak tinggal diam. Evaluasi menyeluruh terhadap SK Caretaker, panitia, serta proses pelaksanaan temu karya harus segera dilakukan agar Karang Taruna tidak menjadi alat politik kekuasaan.
Jika dibiarkan, praktik semacam ini dapat merusak esensi Karang Taruna sebagai wadah pemberdayaan generasi muda berbasis gotong royong dan nilai kekeluargaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
( Tim - MYN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar