Jakarta — Dugaan kebohongan publik dan praktik perlindungan terhadap tambang ilegal di kawasan konservasi laut Raja Ampat menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr. Bahlil Lahadalia. Temuan investigatif Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mengungkap data mencengangkan: aktivitas tambang nikel ilegal terus berlangsung di wilayah pesisir dan pulau kecil Raja Ampat, Papua Barat Daya, bertentangan dengan regulasi dan pernyataan resmi Menteri.
Distorsi Fakta: Empat Perusahaan, Satu yang Disebut
Dalam pernyataan publiknya, Menteri Bahlil hanya menyebut PT Gag Nikel, anak usaha BUMN ANTAM, sebagai satu-satunya perusahaan tambang yang beroperasi. Namun, data resmi dari KLH/BPLH, laporan masyarakat, dan peta Mining One Data Indonesia (MODI ESDM) mengidentifikasi empat perusahaan aktif di wilayah sensitif tersebut:
- PT Gag Nikel (PT GN)
- PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM)
- PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP)
- PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP)
Ironisnya, PT GN bukan bagian dari laporan pelanggaran utama, sementara tiga perusahaan lainnya justru diduga melanggar hukum secara serius. Pernyataan Bahlil dinilai sebagai upaya menyesatkan publik dan melindungi entitas tambang swasta, termasuk perusahaan asing.
Laporan Resmi KLH/BPLH: Pelanggaran Berat Hukum Lingkungan
Berdasarkan inspeksi lapangan 26–31 Mei 2025, ditemukan pelanggaran sebagai berikut:
-
PT ASP (asal Tiongkok): menambang di Pulau Manuran (±746 hektare) tanpa dokumen pengelolaan lingkungan dan tanpa sistem pengelolaan air limbah. Kegiatan dihentikan dan diberikan peringatan keras.
-
PT MRP: beroperasi di Pulau Batang Pele tanpa izin kawasan hutan (PPKH) dan dokumen lingkungan. Aktivitas eksplorasi dihentikan.
-
PT KSM: menambang di Pulau Kawe di luar izin lingkungan dan PPKH, menyebabkan kerusakan pesisir. Terancam sanksi administratif dan gugatan hukum.
Padahal, seluruh area tersebut masuk kategori pulau kecil yang dilindungi oleh UU No. 1 Tahun 2014, yang melarang eksploitasi tambang mineral di wilayah seperti itu.
Izin Terbit Saat Menjabat: Bahlil Tak Bisa Cuci Tangan
Menteri Bahlil sebelumnya menyatakan bahwa semua izin tambang di Raja Ampat dikeluarkan sebelum masa jabatannya. Namun, dokumen resmi menunjukkan izin PT KSM justru terbit saat ia menjabat, membuka dugaan keterlibatan langsung dalam proses perizinan yang cacat hukum. Ini memperkuat dugaan bahwa Menteri ESDM tidak hanya lalai, tetapi juga turut memfasilitasi aktivitas tambang yang ilegal di kawasan konservasi dunia.
Ancaman Irreversible Damage dan Putusan MK
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023 menegaskan pelarangan tambang di pulau kecil untuk mencegah kerusakan permanen (irreversible damage) dan menjamin keadilan antargenerasi.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, menyatakan tegas bahwa KLH/BPLH siap mencabut seluruh izin jika terbukti merusak ekosistem:
"Penambangan di pulau kecil adalah pengingkaran terhadap keadilan ekologi. KLH/BPLH akan mencabut izin yang merusak ekosistem yang tak tergantikan."
“08 Jangan Dikhianati”: Rakyat Menolak Oligarki Tambang
Gelombang kemarahan masyarakat terus membesar. Warga Raja Ampat dan aktivis lingkungan menyatakan penolakan keras terhadap pejabat yang dianggap menyesatkan Presiden Prabowo Subianto (08).
“Kami tidak rela 08 terus dikadali oleh pembantunya yang menyusahkan rakyat dan merusak masa depan Indonesia,” ujar seorang aktivis dari Forum Masyarakat Pesisir Raja Ampat.
Ultimatum Rakyat: “Raja Ampat Bukan Untuk Digali”
Ketua LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB), Yerry, dalam konferensi pers di Waisai, menyampaikan ultimatum tegas:
“Raja Ampat bukan kawasan industri, tapi warisan dunia. Pemerintah harus mencabut semua izin tambang sebelum kita kehilangan segalanya—terumbu karang, biota laut, dan kepercayaan dunia internasional.”
Yerry juga menyebut keberadaan tambang di Raja Ampat sebagai “kejahatan ekologis atas nama investasi” dan memperingatkan agar Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya tidak tunduk pada tekanan oligarki tambang.
“Jika Gubernur diam, berarti ia bersekongkol. Bertindaklah sekarang, atau rakyat akan bertindak sendiri,” tegasnya.
Menuju Meja Dunia: WGAB Siapkan Laporan ke Greenpeace, WWF, dan UNESCO
WGAB menyatakan siap melaporkan kasus ini ke organisasi lingkungan internasional, termasuk Greenpeace, WWF, dan UNESCO, untuk mendorong intervensi global.
“Kalau pemerintah tidak bertindak, kami akan bawa ini ke dunia. Raja Ampat bukan milik investor, tapi milik generasi masa depan,” pungkas Yerry.
( Tim - Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar