Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Lembaga Penegak Hukum Justru Melanggar Hukum: Pengadilan Negeri Sorong Melarang Liputan Pers

Jumat, 06 Juni 2025 | Jumat, Juni 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-05T17:08:52Z


Oleh: Wilson Lalengke – Ketua Umum PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia)



CNews - Sorong, Papua Barat Daya – Sebuah ironi hukum sedang berlangsung di jantung institusi peradilan kita. Pada Selasa, 3 Juni 2025, tim pewarta dari PPWI menemukan kenyataan pahit di Pengadilan Negeri (PN) Sorong: pelarangan pengambilan gambar, perekaman video, dan fotografi, baik di dalam ruang sidang maupun di halaman pengadilan, dilakukan secara terang-terangan melalui papan larangan yang dipasang resmi oleh pihak pengadilan.


Tindakan ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:


Pasal 4 ayat (2): Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Pasal 4 ayat (3): Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

 

Melanggar Konstitusi, Menutup Akses Publik


Larangan tersebut tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga merampas hak publik atas informasi, terutama dalam konteks keterbukaan proses peradilan. Pers berfungsi sebagai mata dan telinga rakyat. Ketika akses informasi di pengadilan dibatasi secara sewenang-wenang, maka sesungguhnya kita tengah menyaksikan pembungkaman terhadap demokrasi dan akuntabilitas peradilan.


Bagaimana masyarakat bisa mempercayai keadilan jika prosesnya disembunyikan dari pantauan publik? Siapa yang akan menjamin bahwa tidak terjadi manipulasi, intervensi, atau pelanggaran hukum di balik ruang tertutup?


Lembaga Hukum yang Membangkang terhadap Hukum


Lebih menyedihkan lagi, pelarangan ini dilakukan oleh lembaga yang seharusnya menjadi teladan dalam menegakkan hukum. Bukankah pengadilan adalah penjaga tertinggi keadilan? Maka, saat pengadilan sendiri melanggar undang-undang pers, itu bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan prinsip negara hukum.


Rakyat Dibungkam, Tapi Tetap Membayar


Dalam kondisi ini, rakyat tidak hanya kehilangan haknya untuk tahu, tapi juga tetap dipaksa membiayai operasional lembaga tersebut melalui pajak. Ini menjadi tamparan keras terhadap rasa keadilan. Apakah lembaga yang dibiayai oleh rakyat berhak menutup pintu informasi dari rakyat itu sendiri?


Desakan Evaluasi terhadap Mahkamah Agung

Kami dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) menuntut agar Mahkamah Agung Republik Indonesia segera turun tangan:

  • Mengevaluasi kebijakan larangan peliputan di PN Sorong.
  • Memastikan seluruh pengadilan di Indonesia tunduk pada prinsip keterbukaan.
  • Memberi sanksi kepada aparat atau pejabat yang melanggar hak kebebasan pers.


Jika praktik-praktik otoriter seperti ini dibiarkan, maka lambat laun kita akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem peradilan itu sendiri. Jangan biarkan ruang sidang berubah menjadi ruang gelap yang kebal kritik dan bebas dari pengawasan publik.


Mari tegakkan hukum secara utuh — termasuk menghormati UU Pers, sebagai pilar demokrasi dan alat kontrol publik terhadap kekuasaan.


Salam hormat,
Wilson Lalengke
Ketua Umum PPWI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update