Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Bocor! SP2 Lid Kasus Hendry CH Bangun: Ada Apa dengan Penegak Hukum Kita?

Selasa, 24 Juni 2025 | Selasa, Juni 24, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-24T05:57:09Z



CNews , Jakarta, 24 Juni 2025 — Dunia pers dan publik kembali diguncang. Sebuah dokumen internal berisi Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP2 Lid) atas kasus dugaan penggelapan dana hibah yang menyeret nama Hendry CH Bangun, mantan petinggi organisasi pers nasional, bocor ke tangan wartawan dan aktivis hukum.


Surat bernomor B/1609/VI/RES.1.11/2025/Direskrimum tertanggal 10 Juni 2025 dan ditandatangani oleh AKBP Akta Wijaya Pramasakti, Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, menyatakan bahwa penyelidikan dihentikan karena “belum ditemukan adanya peristiwa pidana.”


Namun, keputusan ini justru menyulut gelombang kritik. Pelapor dan berbagai tokoh masyarakat menilai bahwa penghentian kasus ini sarat dengan kejanggalan dan dugaan kompromi.


“Kami sudah serahkan bukti lengkap—dari dokumen transaksi, bukti aliran dana hibah, sampai indikasi penyelewengan pelaksanaan UKW dan program internal organisasi. Tapi kasus dihentikan begitu saja, tanpa ekspose terbuka,” ujar salah satu pelapor kepada redaksi, Sabtu (21/6/2025).

 

Ia menegaskan bahwa laporan mereka mengarah pada pelanggaran Pasal 372 dan 378 KUHP terkait penggelapan dan penipuan. Menurutnya, kasus ini tidak bisa dianggap enteng, mengingat dana yang diduga digelapkan mencapai Rp 1,7 miliar, bersumber dari hibah BUMN untuk program profesionalisasi pers.


Ada Perlindungan dari Elite?


Lebih jauh, pelapor menduga ada kekuatan besar yang sengaja “mengamankan” Hendry CH Bangun dari jerat hukum. Ia menyebut bahwa proses gelar perkara berlangsung tertutup, tidak independen, bahkan diwarnai tekanan dari aktor-aktor eksternal.


“Dia bukan figur biasa. Dia punya akses ke elite. Dia tahu siapa yang main proyek di lembaga pers, siapa yang bermain anggaran. Hendry memegang banyak ‘rahasia’. Ini bukan perkara kecil,” ungkap sumber tersebut.

 

Penghentian Bukan Vonis


Yulian Sahri, S.H., M.H., pengacara dan pengamat hukum pidana menegaskan bahwa SP2 Lid bukan akhir dari proses hukum. Jika ada novum atau bukti baru, penyelidikan bisa dibuka kembali.


“SP2 Lid itu administratif. Tidak ada kekuatan mengikat seperti putusan pengadilan. Ini justru membuka pertanyaan: kenapa kasus sebesar ini dihentikan begitu cepat?”

 

Wilson Lalengke: Ini Bukan Lagi Urusan Organisasi, Tapi Uang Rakyat


Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., mengecam keras penghentian penyelidikan tersebut. Menurutnya, Polri telah menunjukkan wajah ketidakberdayaan dalam menghadapi aktor kuat di balik dugaan korupsi dana pers.


“Kalau Polri masih punya hati nurani, harusnya Hendry dan kroninya diproses. Bukan malah dihentikan diam-diam. Ini menyangkut dana rakyat. Uang hibah BUMN yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik malah dikorupsi. Rakyat bayar PPN 11–12 persen untuk biayai institusi hukum, tapi hukum malah melindungi koruptor. Ironis dan memalukan!

 

Wilson, alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI dan pakar etika dari Utrecht dan Linkoping University, menyebut kasus ini sebagai bukti konkret pembusukan sistemik di lembaga pers dan hukum.


Desakan KPK dan Kompolnas Turun Tangan

Menyusul bocornya dokumen SP2 Lid ini, desakan publik terus menguat agar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengaudit proses gelar perkara yang dilakukan Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Sementara itu, KPK juga didesak membuka penyelidikan, terutama bila dana hibah yang dikelola Hendry CH Bangun terbukti berasal dari APBN atau APBD melalui BUMN.


“Kita tidak bisa biarkan oknum-oknum berlindung di balik status tokoh media. Kalau tokoh pers korup dan tidak disentuh hukum, lalu di mana letak marwah pers dan hukum kita?” ujar Rangga Ananta, mantan anggota Dewan Pers dan aktivis antikorupsi.

 

Kisruh Hendry CH Bangun, Cermin Rusaknya Penegakan Hukum


Kasus ini tidak lagi hanya menyangkut integritas organisasi wartawan. Ia telah menjelma menjadi cermin retaknya sistem hukum nasional, di mana akses, kekuasaan, dan kedekatan politik menjadi penentu nasib sebuah kasus.


“Selama aparat penegak hukum kita masih bisa diintervensi oleh kekuatan uang dan jaringan, keadilan akan tetap menjadi mimpi siang bolong bagi rakyat kecil dan para pelapor. Yang benar bisa dijadikan salah, yang salah dibersihkan seakan tak terjadi apa-apa,” tulis redaksi dalam catatan akhir.

 

Publik kini menanti: apakah Polri dan KPK akan berani menembus lingkaran kekuasaan ini, atau justru kembali tunduk pada skenario yang telah diatur sejak awal?


Hukum bukan panggung sandiwara. Tapi kini, penonton mulai muak melihat aktor-aktor lama bermain peran yang sama — dengan ending yang selalu tak adil.

(TIM/Red)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update