CNews, Jakarta — Bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei 2025, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI), Rino, menyampaikan pernyataan tegas menyoroti dugaan intervensi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap Ketua DPD AKPERSI Sulawesi Utara, Tetty Alisye Mangolo, yang juga seorang jurnalis.
“Dalam momentum ini, kami menegaskan bahwa tidak boleh ada rekayasa hukum ataupun intervensi dalam proses penegakan keadilan. Terutama ketika menyangkut keselamatan dan kebebasan pers yang dijamin konstitusi dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar Rino.
Kasus dugaan pemukulan dan penghalangan kerja jurnalistik ini dilaporkan ke Polres Bitung pada 20 Februari 2025 dengan Nomor LP/B/145/II/2025/SPKT/POLRES BITUNG/POLDA SULAWESI UTARA. Namun, laporan itu hanya ditindaklanjuti sebagai dugaan tindak pidana ringan berdasarkan Pasal 352 KUHP, padahal pelapor juga mengadukan pelanggaran terhadap Pasal 18 Ayat 1 UU Pers.
Baru pada 2 Mei 2025 pihak pengadilan mengeluarkan surat panggilan sidang, yang ditunda ke tanggal 5 Mei 2025 karena ketidakhadiran salah satu saksi. Rino menduga keterlambatan dan klasifikasi perkara tersebut dipengaruhi oleh intervensi dari pihak ormas, dalam hal ini diduga dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Bitung, tempat terduga pelaku bernaung.
“Saya apresiasi Polres Bitung karena telah menerima laporan, meskipun baru menjadi atensi setelah adanya komunikasi dari Polda Sulut. Namun, pernyataan terduga pelaku yang menyebut bahwa ‘tak ada yang bisa memenjarakan anggota kami’ adalah indikasi kuat adanya intervensi dan arogansi kekuasaan,” tegas Rino.
Ia menambahkan, jika terbukti ada upaya rekayasa hukum atau tekanan terhadap aparat penegak hukum, DPP AKPERSI tidak akan ragu melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, bahkan ke lembaga-lembaga tinggi lain seperti Kejagung dan Mahkamah Agung.
Rino juga mengungkap bahwa pihaknya telah menerima sinyal positif dari Kemendagri yang sedang mengkaji revisi terhadap Undang-Undang Ormas serta mempertimbangkan pembubaran organisasi yang dinilai meresahkan masyarakat dan mengancam kebebasan pers.
“Saya tegaskan kepada Kapolres Bitung dan seluruh aparat penegak hukum: jangan tunduk kepada tekanan ormas mana pun. Jika ada permainan hukum di tingkat kejaksaan atau pengadilan, kami akan bongkar. Kami ingin tegakkan marwah jurnalistik dan lindungi wartawan dari intimidasi,” tandas Rino.
Sementara itu, Ketua DPD AKPERSI Sulut, Tetty Alisye Mangolo, yang menjadi korban kekerasan, mengaku telah menyerahkan seluruh penanganan kasus ini kepada DPP. Ia mengaku mendapat tekanan secara langsung dan tidak langsung dari pihak ormas, bahkan terhadap keluarganya.
“Mereka merasa kebal hukum. Padahal Presiden Prabowo sendiri menegaskan bahwa tak ada satu pun yang kebal hukum di negara ini,” ungkap Tetty.
AKPERSI sebagai organisasi pers baru, menurut Rino, hadir bukan hanya untuk membela jurnalis, tapi untuk menciptakan insan pers yang profesional, berintegritas, dan berani menyuarakan kebenaran.
“Di tengah kondisi pers yang masih kerap dibungkam dan diintimidasi, kami hadir sebagai pelindung dan penggerak perubahan,” tutup Rino.
Rilis Resmi DPP AKPERSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar