CNEWS - Medan, 17 Mei 2025 — Kredibilitas Polri kembali diuji. Dugaan penganiayaan dan perampasan terhadap wartawan media online Junaedi Daulay yang terjadi pada November 2024 lalu, hingga kini belum menemui kepastian hukum. Meski bukti-bukti dan keterangan saksi telah dikumpulkan sejak akhir tahun lalu, Polsek Medan Tembung belum juga menetapkan satu pun tersangka.
Insiden ini terjadi pada 23 November 2024 di kawasan Percut Sei Tuan. Saat itu, korban tengah mengantar anaknya ke sekolah sebelum diserang oleh seorang pria berinisial E, yang diketahui anak dari seorang Kepala Desa aktif. Tidak hanya dianiaya, ponsel milik korban juga dirampas—diduga karena pemberitaan yang sensitif.
Ironisnya, ponsel korban sempat berada di tangan oknum Kepala Desa dan Kepala Dusun. Awalnya diklaim "hilang", namun kini telah diamankan sebagai barang bukti. Fakta ini memicu tanda tanya besar tentang integritas penanganan barang bukti dan potensi upaya melindungi pelaku.
Kapolsek Medan Tembung, Kompol Jhonson M Sitompul, saat dikonfirmasi Sabtu (17/5), menyatakan bahwa lambannya penanganan disebabkan para saksi yang tak kunjung memenuhi panggilan. Ia juga menyebut padatnya laporan menjadi kendala teknis. “Kami tetap atensi, ini hanya soal waktu. Kami minta progres tiap minggu,” ujar Jhonson terhadap awak media
Namun dalih itu tak mampu meredam kritik publik. Apalagi setelah surat terbuka Junaedi viral pada 13 Mei 2025. Surat yang ditujukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Dewan Pers itu menyuarakan kegelisahan mendalam dari kalangan jurnalis.
“Kami tidak ingin slogan ‘mitra polisi’ hanya jadi hiasan dinding. Jika wartawan bisa dipukul, diintimidasi, dan dirampas alat kerjanya tanpa perlindungan hukum, maka keadilan hanya milik mereka yang berkuasa,” tegas Junaedi dalam suratnya.
Pihak terlapor diketahui telah dua kali dipanggil oleh penyidik, namun tak kunjung hadir dengan alasan penjadwalan ulang melalui kuasa hukum. Sementara itu, para saksi dan barang bukti telah diserahkan sejak Desember 2024. Hingga kini, belum ada penetapan tersangka.
Koalisi wartawan dan organisasi pers mendorong Dewan Pers agar segera memberikan pendampingan hukum, sesuai amanat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka juga meminta Komnas HAM dan LPSK turut memantau kasus ini, karena ada indikasi pelanggaran hak atas rasa aman dan keadilan.
Jika kasus ini dibiarkan mandek, bukan hanya mencoreng wajah penegakan hukum, tapi juga menjadi preseden berbahaya bagi kebebasan pers di Indonesia. “Kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk pembungkaman sistematis terhadap demokrasi,” tutup Junaedi dalam surat terbukanya.
Kini, sorotan nasional tertuju pada Polsek Medan Tembung: apakah keberanian menegakkan hukum masih hidup, atau harus tunduk pada pengaruh elit lokal? ( Tim )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar