CNEWS Jakarta – Dugaan korupsi kembali mencuat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kali ini, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menjadi sorotan setelah diketahui melakukan pembayaran lahan senilai Rp 270 miliar di Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang statu
Informasi yang dihimpun menyebutkan, lahan tersebut berstatus Penetapan Lokasi (Penlok) mati dan sertifikatnya masih dalam proses sengketa. Namun, secara mengejutkan, Dinas SDA tetap mencairkan pembayaran menjelang tutup anggaran pada 30 Desember 20⁹ loo ko24 pukul 22.37 WIB.
Ketua Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (Formasi), Jalih Pitoeng, menyebut ada indikasi kuat bahwa pembayaran ini tidak dilakukan sesuai prosedur dan mengarah pada praktik korupsi. Ia menuding adanya dugaan bagi-bagi fee kepada oknum-oknum pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
“Jika kasus ini terbukti, maka Plt Kepala Dinas SDA DKI Jakarta, Ika Agustin, dan beberapa pejabat terkait harus bertanggung jawab penuh. Apalagi pembayaran dilakukan saat akhir tahun, hanya berselang beberapa puluh menit sebelum penutupan anggaran. Sangat tidak lazim dan patut dicurigai,” tegas Jalih dalam pernyataannya, Jumat (2/5/2025).
Formasi juga mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, BPK RI, dan Inspektorat DKI Jakarta, untuk segera turun tangan dan mengaudit keseluruhan proses pembayaran. Tidak hanya Dinas SDA, namun juga pihak penerima pembayaran harus diperiksa secara menyeluruh.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, turut didesak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek pembebasan lahan di ibu kota. Pasalnya, proyek pembebasan lahan—termasuk yang direncanakan di sepanjang aliran Kali Ciliwung—rawan disusupi modus serupa.
“Jika ini dibiarkan, bisa menjadi preseden buruk bagi proyek-proyek strategis lain. Semua pihak yang terlibat harus diperiksa, dan jangan sampai Inspektorat maupun BPK menutup mata,” tambah Jalih.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Matnoor Tindoan, juga angkat bicara. Ia menyebut informasi ini “ngeri-ngeri sedap” dan menuntut kejelasan proses administratif pembayaran tersebut.
“Sangat penting untuk dijelaskan, apakah pembayaran lahan senilai Rp 270 miliar ini telah sesuai aturan hukum dan teknis, atau justru menyimpang. Kami mendorong pengusutan tuntas,” kata Matnoor.
Kasus ini menjadi alarm serius bagi transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah, khususnya dalam proses pembebasan lahan yang kerap menyimpan celah korupsi terselubung.
Reporter: Tim Syar
Sumber: Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (Formasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar