Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Diduga Diintervensi dan Difitnah, Wartawan AKPERSI Desak Gelar Perkara Dilakukan di TKP, Bukan di Polres Tebingtinggi

Jumat, 30 Mei 2025 | Jumat, Mei 30, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-30T14:30:53Z

 



CNews - Serdang Bedagai, Sumut — Kasus pelaporan dugaan penganiayaan yang menyeret nama keluarga wartawan Satam JM dari Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) terus menuai sorotan. Indikasi pemaksaan proses pidana, dugaan intervensi terhadap jurnalis, hingga manipulasi alat bukti menjadi rangkaian kejanggalan yang kini tengah disorot publik dan kalangan pers.


Informasi yang dihimpun menyebutkan, penyidik Polres Tebingtinggi bersikeras akan menaikkan status perkara ke pengadilan, meski fakta-fakta di lapangan menunjukkan sejumlah kejanggalan. Salah satunya, keberadaan rekaman video yang merekam langsung insiden penyerangan terhadap rumah terlapor di Dusun II Desa Kuta Baru, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, oleh pelapor yang diketahui bernama Anggraini alias Ani.


Rekaman Bukti Serangan Malah Dihapus dari Media Sosial


Satam JM, wartawan yang dilaporkan bersama keluarganya, menegaskan bahwa rekaman video penyerangan rumahnya oleh pelapor sempat beredar di media sosial, namun kini telah dihapus. Ia menduga hal ini merupakan upaya menghilangkan barang bukti yang justru merekam pelapor tengah melakukan tindakan penyerangan dan bukan sebaliknya.


“Saya masih menyimpan rekaman itu. Pelapor sempat memviralkannya di Facebook, lalu menghapusnya. Anehnya, pihak kepolisian malah terus mendorong proses hukum terhadap saya dan keluarga saya seolah-olah kami pelaku, padahal kami justru korban,” ujar Satam.


Diduga Ada Upaya Penggiringan Opini dan Kriminalisasi Wartawan


Dalam penilaiannya, Satam menduga ada upaya sistematis dari pihak tertentu di tubuh Polres Tebingtinggi untuk memaksakan proses hukum demi menjerat dirinya dan keluarga. Hal ini ditengarai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap wartawan yang kerap mengkritisi kinerja aparat.


“Sinergitas antara polisi dan wartawan seolah hanya formalitas belaka. Saat Hari Pers Nasional, kita dipuji-puji. Tapi di lapangan, kita diintimidasi. Ini bukan kali pertama terjadi, dan ini bukti bahwa wartawan sebagai pilar keempat demokrasi masih rawan ditekan,” tambahnya.


Penasehat Hukum: Unsur Pidana Lemah, Layak Diterbitkan SP3


Hendra Prasetyo Hutajulu, SH., MH., selaku penasehat hukum Satam JM menegaskan bahwa laporan penganiayaan yang diajukan oleh Anggraini tidak memenuhi syarat hukum untuk diteruskan ke pengadilan.


“Bukti dan saksi kunci tidak lengkap, alat bukti utama justru memperlihatkan pelapor sebagai pihak yang menyerang. Maka secara hukum, laporan ini seharusnya dihentikan melalui penerbitan SP3. Bila tidak, ini rawan jadi preseden buruk,” ujarnya.


Tuntutan Gelar Perkara di TKP dan Permintaan Evaluasi ke Propam Mabes Polri


Pihak Satam JM mendesak agar gelar perkara tidak dilakukan di lingkungan Polres Tebingtinggi, melainkan langsung di tempat kejadian perkara (TKP) guna menjamin objektivitas dan transparansi. Mereka juga meminta Propam Polda Sumut dan Propam Mabes Polri turun tangan menyelidiki indikasi pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tebingtinggi.


“Kami khawatir ada penggiringan opini dan permainan di internal Polres. Gelar perkara harus di TKP agar semua pihak bisa melihat langsung konteks dan kronologi kejadian. Jika dibiarkan, ini bisa jadi contoh buruk tentang perlakuan aparat terhadap wartawan,” tutup Satam. ( Tim AKPERSI ) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update