Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Proyek Miliaran Diduga Abal-abal: Indikasi Korupsi dan Mafia Tanah Rusak Sempadan Sungai

Sabtu, 26 April 2025 | Sabtu, April 26, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-26T11:33:49Z


CNEWS  - Sipispis, Sergai , Sumut
Dugaan pembiaran dan lemahnya pengawasan aparat penegak hukum (APH) membuka peluang bagi mafia tanah menggerogoti wilayah sempadan sungai di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Proyek pemasangan kawat beronjong di bantaran Sungai Bah Sombu Lanjim, tepatnya di sekitar Jembatan Titi Monyet (Timon), Desa Sibarau, Kecamatan Sipispis, disinyalir menjadi salah satu contoh nyata penyimpangan tersebut.


Proyek yang dikabarkan bernilai miliaran rupiah ini, ironisnya, dikerjakan tanpa papan informasi anggaran (plank proyek) dan terindikasi melanggar berbagai ketentuan hukum. Fakta tersebut terungkap setelah tim investigasi media melakukan penelusuran langsung ke lokasi, usai menerima laporan dari warga yang meminta identitasnya dirahasiakan, Sabtu (19/4/2025).


Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, setiap kegiatan pembangunan di kawasan sempadan sungai harus mengantongi izin resmi dari pemerintah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara minimal 18 bulan hingga 6 tahun, serta denda maksimal Rp2 miliar.


Namun, di lapangan, proyek ini justru terkesan dikerjakan asal jadi dan tanpa standar kelayakan. Warga mencium kuat indikasi bahwa proyek ini menggunakan dana negara — uang rakyat — yang nilainya diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait, termasuk manajemen PTPN IV (eks PTPN III) Kebun Gunung Monako, belum dapat dikonfirmasi.


Lebih jauh, ketidakjelasan proyek ini semakin diperkuat dengan tidak adanya plank proyek di lokasi, yang seharusnya wajib dipasang berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008. Hal ini menguatkan dugaan bahwa proyek beronjong tersebut merupakan proyek "siluman".


Bukan hanya itu, proyek ini juga diduga menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Daerah Sempadan Sungai, yang melarang keras penanaman kelapa sawit atau vegetasi penyerap air di kawasan buffer zone sepanjang 50 meter (sungai kecil) hingga 100 meter (sungai besar). Pelanggaran terhadap ketentuan ini mengancam keberlangsungan lingkungan, sebagaimana kini tampak dari abrasi dan longsor yang semakin parah di sekitar DAS Bah Sombu.


Jika benar terjadi penyimpangan dan konspirasi jahat dalam proyek ini, pihak-pihak terkait, termasuk Balai Wilayah Sungai (BWS) dan Kementerian PUPR, dapat dijerat dengan sanksi pidana sesuai UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengancam hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.


Masyarakat kini mendesak aparat hukum, mulai dari kejaksaan hingga kepolisian, untuk tidak tinggal diam. Penyidikan dan penegakan hukum dinilai perlu segera dilakukan, guna mencegah pembiaran terhadap praktek mafia tanah dan korupsi anggaran publik yang menggerogoti marwah negara hukum Indonesia.


Kasus ini diharapkan menjadi titik awal membongkar jaringan mafia proyek ilegal di sektor sumber daya air dan tata kelola lingkungan. ( Tim - Inv)


(Bersambung...) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update