Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


SEMA No. 3 Tahun 2015 Bertentangan dengan UU Narkotika, Mahkamah Agung Diminta Revisi

Kamis, 30 Januari 2025 | Kamis, Januari 30, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-30T11:45:33Z

 


CNEWS - Jakarta – Kebijakan hukum dalam penanganan kasus narkotika kembali menjadi sorotan. Sejumlah pihak menilai bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini disebabkan oleh praktik peradilan yang kerap menghukum penyalah guna narkotika dengan pidana penjara sesuai dakwaan jaksa, meskipun dalam persidangan terbukti bahwa terdakwa hanya sebagai penyalah guna untuk diri sendiri.

Padahal, Pasal 103 UU Narkotika mengamanatkan bahwa hakim wajib memutuskan terdakwa menjalani rehabilitasi jika terbukti bersalah melakukan penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri. Bahkan, jika terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan, hakim tetap harus menetapkan rehabilitasi.

Namun, praktik di lapangan menunjukkan bahwa hakim lebih sering berpedoman pada SEMA No. 3 Tahun 2015 yang menegaskan bahwa putusan harus sesuai dengan dakwaan jaksa. Hal ini bermasalah karena jaksa kerap menggunakan Pasal 112 dan Pasal 114 UU Narkotika—yang seharusnya diperuntukkan bagi pengedar atau penyedia narkotika—alih-alih menerapkan Pasal 127 Ayat 1 yang lebih relevan untuk penyalah guna narkotika bagi diri sendiri.

Dalam UU Narkotika, ketentuan mengenai rehabilitasi bagi penyalah guna didasarkan pada Pasal 4 huruf d, Pasal 127 Ayat 2, serta Pasal 103. Dengan kata lain, hukum secara tegas mengarahkan agar penyalah guna mendapatkan rehabilitasi, bukan hukuman pidana penjara. Namun, Mahkamah Agung justru mengeluarkan kebijakan hukum melalui SEMA yang berpedoman pada Pasal 182 Ayat 3 dan 4 KUHAP, yang memungkinkan hakim memutus perkara sesuai dakwaan jaksa dan menyimpangi hukuman minimum khusus dengan pertimbangan yang cukup.

Kebijakan ini dikritik karena dianggap tidak sejalan dengan tujuan UU Narkotika yang menitikberatkan pada rehabilitasi bagi pengguna narkotika, bukan pemidanaan. Oleh karena itu, Ketua Mahkamah Agung didesak untuk merevisi atau mencabut SEMA No. 3 Tahun 2015, karena nyata-nyata tidak didasarkan pada UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, melainkan lebih condong kepada KUHAP yang berorientasi pada pemidanaan.

Desakan revisi ini semakin menguat seiring meningkatnya kesadaran bahwa pendekatan hukum yang lebih berorientasi pada rehabilitasi, bukan pidana, dapat memberikan dampak lebih positif dalam penanganan kasus narkotika di Indonesia.

(Redaksi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update