Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Penanganan Kasus oleh Polri Penuh Tipu - Tipu , Mabes Polri Tak Luput dari Kritik Yang Lebih Parah

Rabu, 25 Desember 2024 | Rabu, Desember 25, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-12-25T07:09:40Z

 


Oleh: Wilson Lalengke


Jakarta – Ribuan kasus yang ditangani oleh kepolisian di berbagai tingkatan, mulai dari Polsek, Polres, Polda, hingga Mabes Polri, kerap berakhir tanpa kejelasan. Bahkan, penanganan perkara di Mabes Polri dinilai lebih buruk, dengan banyaknya kasus yang tidak selesai sesuai aturan hukum yang berlaku.


Penanganan kasus di institusi kepolisian disebut sarat dengan rekayasa, manipulasi, dan konflik kepentingan. Polisi sering kali memandang laporan masyarakat dari dua sudut: nilai "berkas" yang bisa menghasilkan uang atau status pelapor dan terlapor. Ujung-ujungnya, proses hukum menjadi alat mencari keuntungan pribadi.


“Sebagian besar kasus berakhir pada UUD: ujung-ujungnya duit,” ungkap Wilson Lalengke, penulis sekaligus aktivis yang kerap bersuara tentang penegakan hukum. Selain itu, ia juga menyoroti praktik tidak etis lainnya seperti penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi.


Contoh Kasus di Polres hingga Mabes Polri

Kasus investasi bodong Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera Indonesia (NMSI) menjadi contoh nyata buruknya penanganan perkara. Awalnya, kasus ini ditangani oleh Polres Kediri dan berjalan di tempat selama bertahun-tahun. Setelah mendapat sorotan publik, kasus ini diambil alih Mabes Polri. Namun, alih-alih selesai, perkara malah semakin membingungkan dengan proses yang dianggap berbelit-belit.


“Ketika ditangani pusat, harapannya profesionalisme meningkat. Nyatanya, kasus malah diputar-putar tanpa kejelasan,” tambah Wilson. Bahkan, pihak penyidik tidak mencantumkan kontak yang bisa dihubungi dalam dokumen SP2HP, memperlihatkan ketidaktransparanan.


Hal serupa terjadi pada kasus pengeroyokan Sopyanto, seorang warga Lampung Timur yang melaporkan aktivitas tambang pasir silika ilegal. Harapan agar kasus ditangani cepat oleh Polda Lampung pupus setelah perkara dilimpahkan kembali ke Polres Lampung Timur, di mana hasilnya juga nihil hingga lebih dari dua tahun.


Kasus yang Menggantung dan Promosi Kontroversial

Wilson juga menyoroti kasus lain yang dilaporkan ke Divisi Propam Polri terkait dugaan korupsi dana hibah BUMN. Laporan terhadap penyidik AKBP H. Yusami, S.I.K., M.I.K., hanya berakhir di birokrasi internal yang tidak memberikan penyelesaian.


Lebih ironis lagi, para oknum yang terlibat dalam berbagai skandal justru mendapat promosi jabatan. Sebagai contoh, mantan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susanto, yang sebelumnya dicopot karena terlibat kasus Ferdy Sambo, kini naik pangkat menjadi Brigjenpol. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik.


Harapan Publik pada Reformasi Polri

Melihat fenomena ini, masyarakat menuntut reformasi menyeluruh di tubuh Polri. Penegakan hukum yang adil, transparan, dan profesional menjadi kebutuhan mendesak. Meski demikian, tindakan nyata dari pimpinan Polri untuk membersihkan institusinya dinilai masih sangat minim.


“Publik masih menunggu tindakan tegas terhadap oknum polisi yang menyalahgunakan kewenangannya. Tanpa reformasi serius, Polri hanya akan terus kehilangan kepercayaan masyarakat,” tegas Wilson.


Kritik tajam terhadap kinerja Polri ini menjadi pengingat bahwa institusi hukum harus melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Reformasi total menjadi harapan semua pihak agar keadilan benar-benar dapat ditegakkan.


(Penulis adalah korban kriminalisasi Polres Lampung Timur dan aktivis penegakan hukum.)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update