CNEWS, Pematangsiantar — Gelombang kritik publik kembali menerpa pemerintah daerah setelah sebuah video siaran langsung di Facebook milik seorang warga Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, menjadi viral dan memicu perdebatan nasional. Dalam video berdurasi lebih dari 15 menit itu, seorang pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek mengungkapkan bahwa dirinya tak pernah sekali pun menerima bantuan sosial (bansos), meski hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Tinggal di Rumah Kontrakan Reok, Penghasilan Tidak Menentu
Pria tersebut, yang sudah bertahun-tahun bekerja sebagai ojek harian, menceritakan bahwa ia tinggal di rumah kontrakan kecil yang reok, dengan kondisi ekonomi yang jauh dari layak. Ia menanggung anak yang masih kecil, sementara penghasilannya sebagai tukang ojek tidak menentu dan kerap tidak cukup untuk kebutuhan dasar.
Namun ironisnya, menurut pengakuannya, justru warga yang memiliki rumah besar, kendaraan pribadi, dan kondisi ekonomi mapan malah rutin mendapatkan bansos.
“Beginilah negara ini… kacau! Tukang ojek tak dipandang! Yang punya mobil dapat bantuan, aku yang susah begini tak pernah. RT/RW buta kali!” ujarnya dalam video tersebut dengan nada marah dan penuh kekecewaan.
Ungkapan itu menggema di media sosial dan ditonton puluhan ribu warganet dalam waktu singkat.
Kronologi Kejadian: Siaran Langsung Berujung Ketegangan
1. Curahan Hati Live di Facebook
Siaran langsung itu awalnya hanya dimaksudkan sebagai cara sang ojek menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Namun karena isinya yang sangat emosional dan dianggap mewakili suara banyak warga miskin, video itu langsung menyebar luas.
2. RT/RW Datang dan Terjadi Adu Mulut
Tidak lama setelah siaran dimulai, beberapa warga termasuk pihak yang diduga RT dan RW setempat datang, Mereka merasa keberatan karena disebut-sebut dalam video sebagai pihak yang "buta" dan tidak adil dalam menyalurkan data bansos.
Perdebatan keras pun terjadi. Video yang direkamnya sendiri menunjukkan suasana panas, adu mulut, bahkan nyaris melibatkan kontak fisik sebelum akhirnya dilerai oleh warga lain.
3. Ketegangan Memanas, Warga Berkerumun
Keributan tersebut menarik perhatian warga sekitar. Banyak yang turut bersuara, sebagian mendukung si tukang ojek, sebagian mencoba menenangkan situasi. Ketegangan berlangsung cukup lama dan membuat atmosfer lingkungan menjadi tidak kondusif.
Masalah Struktural: Banyak Warga Miskin Tidak Terdata
Kasus ini membuka kembali persoalan klasik: ketidakakuratan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan dugaan praktik pilih kasih di tingkat RT/RW dan kelurahan.
Beberapa poin yang mencuat dari investigasi awal warga dan pengamatan lapangan:
- Nama-nama warga miskin tidak masuk data penerima bansos sejak lama.
- Ada warga yang secara ekonomi tergolong mampu — rumah permanen, usaha stabil, kendaraan pribadi — tetap masuk daftar penerima.
- Pendamping sosial jarang melakukan verifikasi faktual terbaru.
- Data bansos diduga tidak diperbarui selama bertahun-tahun.
- Ada keluhan bahwa “yang dekat dengan aparat kelurahan/RT lebih mudah masuk daftar”.
Fenomena Nasional: Ketidakadilan Bansos Terjadi di Banyak Daerah
Keluhan serupa tidak hanya terjadi di Siantar. Berbagai kota dan kabupaten di Indonesia melaporkan persoalan bansos tidak tepat sasaran salah satunya di kabupaten Serdang Bedagai
Fenomena ini menciptakan kecemburuan sosial, ketidakpercayaan kepada pemerintah, dan maraknya konflik di tingkat kampung.
Tuntutan Warga: Audit Bansos dan Evaluasi RT/RW
Menyusul keributan viral ini, warga di lingkungan tersebut dan beberapa warganet menuntut:
- Audit menyeluruh terhadap daftar penerima bansos di wilayah tersebut.
- Evaluasi pendamping sosial, RT, RW, dan perangkat kelurahan yang dianggap tidak profesional.
- Pembaruan data DTKS secara transparan, termasuk verifikasi lapangan terbuka.
- Akses kanal aduan yang jelas bagi warga miskin yang tidak masuk daftar bantuan.
“Bantuan ini bukan milik RT, bukan milik RW. Maupun kelurahan /Kades Ini hak rakyat miskin. Jangan dipakai untuk kepentingan kelompok,” ujar salah satu warga saat diwawancarai setelah viral keributan tentang bansos
Pemerintah Pusat Harus Bertindak
Pakar kebijakan publik menilai bahwa jika kasus seperti ini tidak ditangani serius, maka:
- Kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin merosot.
- Muncul ketegangan sosial antarwarga miskin dan warga mampu.
- Program bansos kehilangan legitimasi.
Pemerintah pusat diminta menginstruksikan Kemensos, Dinas Sosial Sumut, dan Pemkot Siantar agar melakukan penyelidikan administratif dan perbaikan sistemik.
Penutup: Video Viral Ini Adalah Jeritan Banyak Rakyat Miskin
Siaran langsung seorang tukang ojek miskin di Siantar bukan sekadar luapan emosi personal. Ia adalah simbol betapa buruknya tata kelola bansos di lapisan terbawah birokrasi yang tidak transparan
Kasus ini menjadi alarm bahwa program yang seharusnya menjadi penyelamat rakyat miskin justru bisa menjadi sumber ketidakadilan jika tidak diawasi dengan ketat. ( Red)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar