Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Tragedi Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Jejak Serbuk Peledak, Isu Perundungan, dan Alarm Bahaya di Dunia Pendidikan

Minggu, 09 November 2025 | Minggu, November 09, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-09T03:59:56Z


CNEWS, Jakarta — Ledakan yang mengguncang lingkungan SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat (7/11/2025) siang bukan hanya memicu kepanikan massal, tetapi juga membuka sisi gelap dunia pendidikan: tekanan sosial, perundungan, dan lemahnya sistem deteksi dini terhadap siswa berisiko tinggi.

Peristiwa yang terjadi di area masjid sekolah itu menimbulkan 96 korban luka, termasuk siswa dan tenaga pendidik, dengan 29 orang masih dirawat hingga Sabtu malam (8/11/2025).


Jejak Serbuk Peledak dan Catatan Misterius




Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan tim gabungan telah mengamankan barang bukti penting, termasuk serbuk bahan peledak, tulisan tangan, serta catatan pribadi milik terduga pelaku.


“Kami temukan beberapa bukti pendukung, di antaranya tulisan, serbuk bahan yang berpotensi menimbulkan ledakan, serta catatan pribadi yang sedang kami pelajari,”
ujar Kapolri saat meninjau korban di RS Islam Jakarta, Cempaka Putih, Sabtu (8/11/2025).

 

Sumber internal Puslabfor Mabes Polri menyebut serbuk itu bukan bahan peledak pabrikan, melainkan rakitan sederhana hasil pencampuran zat kimia yang umum dijual bebas. Diduga kuat, bahan tersebut dirakit secara manual di rumah atau sekitar sekolah tanpa pengawasan.




Kondisi Terduga Pelaku: Sadar, Masih Dirawat Intensif


Terduga pelaku AR (17), siswa kelas XI, kini telah sadar setelah sempat kritis akibat ledakan yang terjadi di dekat dirinya.


“Kondisi yang bersangkutan sudah sadar, tapi belum bisa diperiksa mendalam karena masih dalam tahap pemulihan,”
kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto, Minggu (9/11/2025).

 

AR mengalami luka berat di tangan dan wajah. Saksi mata menyebut ledakan terjadi sekitar pukul 10.30 WIB, saat para siswa tengah bersiap salat Jumat.




Motif dan Dugaan Perundungan

Penyidik masih menelusuri motif utama AR. Sejumlah keterangan dari siswa mengindikasikan dugaan kuat adanya perundungan (bullying) yang dialami pelaku selama berbulan-bulan.


Beberapa rekan AR menyebut ia sering menjadi objek ejekan karena pendiam dan tertutup. Bahkan, AR diduga pernah mengunggah tulisan bernada frustrasi di media sosialnya beberapa minggu sebelum insiden.


Ponsel dan laptop AR kini dalam analisis tim siber dan psikolog kepolisian untuk menelusuri jejak digital, termasuk kemungkinan paparan konten ekstrem atau dorongan bunuh diri.


“Kami pelajari faktor psikologis, sosial, dan digital di balik tindakan ini,” ujar salah satu penyidik.


Analisis Forensik: Bahan Kimia dari Sumber Rumah Tangga

Temuan awal Puslabfor Polri menunjukkan bahan peledak terdiri dari campuran zat oksidator dan bahan mudah terbakar yang bisa diperoleh dari toko kimia umum maupun platform daring.


“Komposisinya bukan bom konvensional, tapi rakitan individu dengan referensi internet. Kami dalami apakah ada motif ideologis atau murni faktor psikologis,”
ujar salah satu analis forensik.

 

Polisi kini menelusuri asal pembelian bahan-bahan tersebut, bekerja sama dengan platform e-commerce dan penyedia logistik.


Respons Sekolah dan Pemerintah: “Kami Shock dan Akan Evaluasi”


Kepala SMAN 72 Jakarta menyatakan keprihatinan dan permintaan maaf mendalam. Kegiatan belajar sementara dialihkan ke sistem daring selama proses penyelidikan.


“Kami shock, ini pertama kali terjadi. Kami bekerja sama penuh dengan pihak berwenang dan memastikan semua siswa mendapat pendampingan psikologis,”
tegas Kepala Sekolah, Sabtu malam (8/11/2025).

 

Sementara itu, Kemendikbudristek akan melakukan audit keamanan dan psikologis di seluruh sekolah Jakarta Utara, menekankan perlunya program deteksi dini terhadap siswa berisiko tinggi.


Catatan Investigatif: Gejala Sosial di Balik Sekolah


Insiden ini menguak krisis kesehatan mental remaja dan minimnya sistem pengawasan di sekolah negeri. Banyak siswa hidup di bawah tekanan akademik dan sosial tanpa dukungan psikolog yang memadai.


Menurut Dr. Rika Yuliana, pakar psikologi pendidikan, peristiwa seperti ini mencerminkan kegagalan sistemik:


“Pelaku bukan semata pelaku kejahatan, tapi korban sistem pendidikan yang gagal mengenali tanda-tanda bahaya dini. Sekolah harus punya layanan konseling aktif, bukan sekadar formalitas.”


Langkah Hukum dan Tuntutan Publik


Polri menegaskan penyelidikan dilakukan secara multidisipliner melibatkan forensik, psikologi, dan kriminologi.


“Kami akan ungkap motif dan latar belakang secara ilmiah. Tidak ada yang ditutupi,”
tegas Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

 

Berbagai lembaga masyarakat dan aktivis pendidikan mendesak agar kasus ini menjadi momentum pembenahan sistem keamanan sekolah, termasuk standar nasional anti-bullying dan protokol krisis psikologis siswa.


Kesimpulan Sementara

Tragedi ledakan di SMAN 72 Jakarta bukan sekadar kasus kriminal, melainkan peringatan keras bagi sistem pendidikan nasional.
Bahwa tekanan sosial, isolasi, dan perundungan yang tak ditangani secara sistemik bisa berujung pada tragedi besar.

Kasus ini kini menjadi simbol penting perlunya reformasi pendidikan berbasis kemanusiaan — sekolah yang tak hanya mencerdaskan, tapi juga melindungi jiwa dan mental anak-anak bangsa. ( Tim/Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update