Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Soeharto Resmi Dapat Gelar Pahlawan Nasional: Antara Pengakuan Negara dan Sejarah Bangsa

Senin, 10 November 2025 | Senin, November 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-10T07:44:02Z


CNEWS | Jakarta — Presiden ke-2 Republik Indonesia, H. Muhammad Soeharto, resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto dalam upacara kenegaraan di Istana Negara, Senin (10/11/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan Nasional.


Penganugerahan ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Gelar tersebut diterima secara simbolis oleh Titiek Soeharto mewakili keluarga, sementara Bambang Trihatmodjo, putra ketiga Soeharto, menerima langsung tanda kehormatan dari Presiden Prabowo.


Sepuluh Tokoh Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional 2025


Dalam Keppres tersebut, pemerintah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional tahun ini, antara lain:


  • H. Muhammad Soeharto – Presiden ke-2 Republik Indonesia
  • KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Presiden ke-4 Republik Indonesia
  • Marsinah – Aktivis dan tokoh buruh era Orde Baru
  • KH. Muhammad Kholil – Tokoh Nahdlatul Ulama
  • Prof. Mochtar Kusumaatmadja – Mantan Menteri Luar Negeri
  • Serta beberapa tokoh lain dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Papua (Irian Barat)


Upacara berlangsung khidmat, disaksikan jajaran pejabat tinggi negara, tokoh masyarakat, keluarga pahlawan, dan perwakilan daerah.


Presiden Prabowo dalam sambutannya menegaskan, penganugerahan ini adalah “bentuk penghormatan negara kepada mereka yang berjasa besar dalam membangun dan menjaga keutuhan Republik Indonesia.”


Pemberian Gelar 10 Pahlawan Nasional Dinilai Tepat, Namun Tak Luput dari Kontroversi


"  Pemberian gelar kepada 10 pahlawan nasional pada hari ini dinilai sangat tepat dan telah melalui proses seleksi yang sesuai dengan kriteria serta kajian yang mendalam. Proses ini dilakukan setelah mendengarkan berbagai aspirasi masyarakat, tokoh nasional, dan tim penilai pemberian gelar yang dipimpin oleh Bapak Djojon, sebelum akhirnya ditetapkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto.


Dari sepuluh tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tersebut, dua di antaranya adalah mantan Presiden, yaitu Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Munculnya pro dan kontra atas keputusan ini dianggap sebagai hal yang wajar dalam alam demokrasi.


Sebagai bangsa yang dewasa, kita harus melihat secara objektif bahwa jasa kedua mantan Presiden tersebut terhadap bangsa Indonesia sangat besar. Presiden Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan atas perannya dalam memajukan perekonomian nasional, sementara Presiden Abdurrahman Wahid dikenang karena perjuangannya menegakkan demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan.


Terkait adanya kritik terhadap masa pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade, kita perlu melihatnya dengan pikiran jernih. Tidak ada pemimpin atau kepala negara di dunia ini yang sempurna.


Sebagai praktisi senior media dan jurnalis nasional, Solon Sihombing menyampaikan harapan agar semua pihak dapat bersikap legowo dan menghormati keputusan tersebut. Ia menilai, kesepuluh tokoh yang mendapat gelar pahlawan nasional kali ini benar-benar layak, termasuk tokoh buruh Marsinah, diplomat dan mantan Menteri Luar Negeri Prof. Mochtar Kusumaatmadja, serta beberapa tokoh dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Papua (dahulu Irian Barat).


“Saya menyaksikan langsung prosesi penganugerahan melalui siaran JKT TV Nasional. Menurut saya, keputusan Presiden untuk memberikan gelar pahlawan kepada tokoh-tokoh ini sangat tepat dan patut kita syukuri. Mereka semua telah memberikan jasa luar biasa bagi bangsa,” ujar Solon Sihombing menutup pernyataannya.


Keputusan Bersejarah, Tapi Sarat Luka dan Perdebatan


Meski sah secara hukum, keputusan menganugerahi Soeharto gelar Pahlawan Nasional langsung menimbulkan gelombang reaksi dari masyarakat sipil dan aktivis hak asasi manusia.


Diantaranya dari Koalisi Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS),  KontraS, LBH, Kalangan Ulama dan organisasi HAM lainnya 


Soeharto Bapak Pembangunan 


Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun — dari Supersemar 11 Maret 1966 hingga lengsernya pada Mei 1998 akibat tekanan Reformasi.
Ia dikenal sebagai arsitek pembangunan nasional melalui program swasembada pangan, industrialiasi, dan pertumbuhan ekonomi pesat.


Namun, masa pemerintahannya juga diwarnai sejumlah keritikan berat


Istana: “Soeharto Dihormati Karena Jasa, Bukan Politik Masa Lalu”


Juru Bicara Kepresidenan menegaskan, penetapan Soeharto didasarkan pada kontribusinya terhadap pembangunan dan pertahanan negara, bukan glorifikasi kekuasaan.


“Negara menilai Soeharto dari kontribusi besarnya dalam menjaga stabilitas nasional dan pembangunan. Tidak ada niat menghapus sejarah kelam. Penghargaan ini diberikan setelah kajian mendalam oleh Dewan Gelar,” ujar perwakilan Istana.

 

Menurut pemerintah, setiap pahlawan memiliki sisi terang dan gelap sejarahnya, namun jasa besar terhadap bangsa tidak boleh diabaikan. ( RI/RED) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update