Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Prosesi Pemakaman Agung Raja Surakarta, Pakubuwono XIII, Digelar Rabu Pagi: “Rata Pralaya” Kembali Berjalan Menuju Imogiri

Rabu, 05 November 2025 | Rabu, November 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-05T02:10:58Z


CNews, Surakarta — Kesedihan mendalam menyelimuti masyarakat Jawa dan para abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sang raja, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Pakubuwono XIII, berpulang pada awal pekan ini. Rabu pagi, 5 November 2025, jenazah beliau akan diantarkan menuju peristirahatan terakhirnya di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.


Prosesi pemakaman agung ini akan dimulai pukul 08.00 WIB dari Ndalem Ageng Keraton Surakarta, menggunakan kereta jenazah pusaka Rata Pralaya, kendaraan sakral yang hanya digunakan untuk membawa jenazah para raja Surakarta menuju Imogiri.


Kirab Adat Penuh Wibawa Menyusuri Kota Surakarta


Menurut panitia adat Keraton, iring-iringan jenazah akan menempuh jalur tradisional sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada raja. Rute dimulai dari Bangsal Magangan, lalu melewati Alun-Alun Selatan, berlanjut ke arah Gading menuju barat, dan sampai di Simpang Empat Tipes sebelum berbelok ke Jalan Slamet Riyadi, ruas utama Kota Surakarta.


Dari sana, rombongan akan menuju Loji Gandrung, rumah dinas Wali Kota Surakarta, tempat jenazah akan berhenti sejenak (transit) untuk upacara penghormatan dari pemerintah daerah.


Sepanjang rute, masyarakat diperkenankan berdiri di sisi jalan untuk memberikan penghormatan terakhir, sementara aparat keamanan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan abdi dalem keraton telah dikerahkan untuk menjaga kelancaran dan keamanan prosesi.


Lanjut ke Imogiri — Peristirahatan Abadi Para Raja Mataram


Setelah prosesi penghormatan di Loji Gandrung, jenazah akan diberangkatkan menuju Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Imogiri, di Bantul, Yogyakarta.
Imogiri — yang didirikan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo pada abad ke-17 — menjadi tempat peristirahatan raja-raja Mataram Islam, termasuk keturunan Surakarta dan Yogyakarta.


Sebelum jenazah dimakamkan, akan digelar upacara adat “Sastraning Wahyu” dan doa bersama oleh para sentana dalem serta para pemuka spiritual keraton. Prosesi ini menandai peralihan sang raja dari alam dunia ke alam leluhur, dengan seluruh tata upacara adat dijalankan sesuai tradisi luhur Mataram.


Makna Filosofis Kereta Pusaka “Rata Pralaya”


Kereta pusaka Rata Pralaya, yang akan membawa jenazah Pakubuwono XIII, merupakan simbol perjalanan ruhani seorang raja menuju keabadian.
Dalam falsafah Jawa, “Rata” berarti kendaraan, sementara “Pralaya” berarti kembalinya kehidupan ke asal mula.
Kereta ini diyakini hanya muncul saat seorang raja telah “sampurna” dalam tugasnya menegakkan nilai luhur budaya dan keadilan bagi rakyatnya.


Rata Pralaya bukan sekadar kendaraan pusaka, melainkan lambang bahwa perjalanan seorang raja tak pernah berakhir — hanya berganti alam,” ujar KPH Dipokusumo, juru bicara keluarga besar keraton.


Kehadiran Para Pejabat dan Raja-Raja Nusantara

Prosesi pemakaman agung ini akan dihadiri berbagai tokoh penting, mulai dari perwakilan Presiden Republik Indonesia, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur DIY, serta para raja dan sultan se-Nusantara, seperti Sultan Hamengkubuwono X, Paku Alam X, dan Sultan Deli, sebagai bentuk penghormatan terhadap garis kebangsawanan Mataram.


Selain itu, ribuan warga dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta juga diperkirakan memadati jalur kirab untuk menyaksikan momen bersejarah tersebut.


Riwayat dan Warisan Pakubuwono XIII


Kanjeng Sinuhun Pakubuwono XIII lahir dengan nama KGPH Hangabehi dan naik tahta pada tahun 2004, setelah melalui masa transisi dan polemik panjang di internal keraton.
Beliau dikenal sebagai sosok pemersatu dan penjaga tradisi, yang berupaya keras merevitalisasi budaya Surakarta di tengah modernisasi dan fragmentasi politik.


Di bawah kepemimpinannya, Keraton Surakarta kembali terbuka untuk publik, menyelenggarakan kembali berbagai ritual adat seperti Sekaten, Garebeg, dan Jumenengan Dalem dengan lebih inklusif dan terarah.
Pakubuwono XIII juga mendorong generasi muda untuk mengenal filosofi Jawa sebagai dasar moral dan spiritual dalam kehidupan modern.


“Beliau adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan budaya Jawa,” ujar Dr. R. Adiningrat, sejarawan Universitas Sebelas Maret, yang menilai kepemimpinan Pakubuwono XIII sebagai fase kebangkitan simbolik Keraton Surakarta setelah era stagnasi.

Suasana Duka dan Penghormatan Terakhir


Hingga malam menjelang prosesi pemakaman, ribuan warga, abdi dalem, serta pelajar dari berbagai sanggar seni terlihat berdatangan ke keraton untuk memberikan penghormatan terakhir.
Suara gamelan lirih dari Bangsal Manguntur Tangkil terdengar mengiringi doa dan tembang duka — “Lir Ilir” dan “Dhandhanggula” — yang dibawakan para sinden keraton.


Keraton Surakarta juga membuka akses terbatas bagi masyarakat yang ingin melayat, dengan pembatasan jumlah pengunjung setiap jam demi menjaga ketertiban.


Transisi Kepemimpinan Keraton

Seiring kepergian Pakubuwono XIII, perhatian publik kini tertuju pada proses penetapan penerus tahta.
Menurut sumber internal keraton, proses tersebut akan dibahas dalam Sasana Wilapa, lembaga adat tertinggi keraton, dengan mempertimbangkan wasiat raja dan garis keturunan langsung.


“Keraton akan tetap memegang prinsip harmoni, tata, dan titi laku. Semua keputusan akan diambil melalui musyawarah keluarga besar trah Mataram,” ujar KPH Dipokusumo menegaskan.


Penutup: Duka dan Doa dari Tanah Jawa


Kepergian Pakubuwono XIII bukan hanya kehilangan bagi keluarga besar Kasunanan Surakarta, tetapi juga bagi dunia kebudayaan nasional.
Beliau meninggalkan warisan besar dalam pelestarian seni, bahasa, dan tata krama Jawa — nilai-nilai luhur yang semakin langka di era modern.


“Sinuhun tidak hanya seorang raja, tapi penjaga moral dan martabat budaya Jawa,” ucap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dalam pernyataan belasungkawanya.

 

Rabu pagi nanti, “Rata Pralaya” akan kembali bergerak, mengantar sang raja menuju keheningan abadi Imogiri — tempat di mana para leluhur Mataram bersemayam dalam damai. ( RI/Red) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update