CNEWS, Medan — Desakan terhadap Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk segera menepati janjinya melakukan evaluasi menyeluruh dan merekomendasikan penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali menguat. Suara keras ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Gedung JPIC Medan, Jalan Mongonsidi No. 45, Sabtu pukul 15.00–17.00 WIB, dipimpin oleh Pastor Walden Sitanggang OFM Cap bersama sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat, termasuk Rocky Pasasibu, Jhontoni Tarihoran, serta Lamsiang Sitompul, SH.
Para narasumber menegaskan bahwa permasalahan TPL masih menjadi isu paling hangat dan paling merusak dalam kehidupan masyarakat adat dan petani di Sumatera Utara, khususnya terkait konflik lahan, hutan adat, dan kerusakan ekologi yang telah berlangsung puluhan tahun.
Janji Gubernur untuk Evaluasi dan Menutup TPL Dinilai Tenggelam
Pastor Walden Sitanggang menyoroti bahwa hingga kini tidak ada langkah tegas dari Pemprov Sumut meski Gubsu sebelumnya pernah menyatakan komitmen untuk mengevaluasi dan mengambil tindakan terhadap TPL.
“Janji Gubernur itu bukan sekadar ucapan politik. Masyarakat sudah terlalu lama jadi korban. Evaluasi TPL harus segera, dan bila ditemukan pelanggaran struktural seperti yang selama ini terjadi, penutupan adalah konsekuensi,” tegas Pastor Walden.
Rocky Pasasibu dan Jhontoni Tarihoran menambahkan bahwa operasi TPL telah menyebabkan konflik agraria berkepanjangan, memicu kriminalisasi warga, dan meninggalkan luka sosial yang belum pernah dipulihkan.
Mereka menilai bahwa pemerintah provinsi mulai kehilangan sensitivitas atas krisis lingkungan dan konflik tanah yang terus meluas.
Kasus GRUTI: Bukti Tambahan Pembiaran Negara Terhadap Kekerasan
Selain isu TPL, forum juga menyinggung kasus dugaan kekerasan terhadap warga Parbuluan 6, Kabupaten Dairi, yang melibatkan PT GRUTI.
Menurut Lamsiang Sitompul, kasus ini menunjukkan pola pembiaran yang sama seperti konflik TPL—masyarakat menjadi korban, perusahaan bebas bergerak, sementara aparat penegak hukum tidak menunjukkan langkah berarti.
“Penegakan hukum di Polres Dairi stagnan. Laporan warga mandek. Ini bukan hanya persoalan GRUTI, tetapi persoalan negara yang gagal melindungi rakyat kecil,” ujar Lamsiang.
Pastor Walden menegaskan bahwa pemerintah harus melihat kedua persoalan—TPL dan GRUTI—sebagai satu rangkaian krisis sistemik: ketidakadilan struktural, perampasan ruang hidup warga, dan minimnya keberpihakan aparat.
Tokoh Lintas Agama Siap Ambil Langkah Lebih Luas Bila Janji Tak Dipenuhi
Para narasumber menyatakan siap mendorong langkah lanjutan di tingkat provinsi hingga nasional apabila:
- Gubernur Sumut tidak menindaklanjuti janji evaluasi dan penutupan TPL,
- Penegakan hukum dalam konflik GRUTI tetap mandek,
- Perusahaan-perusahaan tetap dibiarkan merugikan masyarakat tanpa sanksi tegas.
Pastor Walden menegaskan bahwa masyarakat tidak lagi membutuhkan janji—mereka menuntut tindakan nyata.
“Konflik agraria dan kekerasan korporasi di Sumut telah berlangsung terlalu lama. Jika negara absen, kami akan berdiri untuk rakyat,” tutupnya
( M.Sihombing)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar