CNEWS | Aceh Timur – Ketegangan kembali pecah di areal garapan warga yang diklaim masuk dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Parama Agro Sejahtera. Insiden terjadi ketika pihak perusahaan datang bersama sejumlah petugas keamanan dan dua oknum Brimob untuk memasang baliho bertuliskan larangan beraktivitas di atas lahan yang masih berstatus sengketa.
Warga dengan tegas menolak tindakan tersebut. Mereka menilai langkah PT Parama bukan hanya provokatif, tetapi juga melanggar hasil mediasi resmi yang sebelumnya difasilitasi pemerintah daerah. Dalam pertemuan mediasi itu, kedua pihak – perusahaan dan masyarakat – telah disepakati untuk menghentikan seluruh aktivitas di lokasi sengketa hingga ada keputusan final dan berkeadilan.
Namun kenyataannya, menurut warga, PT Parama tetap beraktivitas dan melakukan tindakan sepihak, seolah memiliki otoritas penuh atas lahan yang masih dalam proses hukum. Kondisi ini memicu kembali ketegangan di lapangan dan dikhawatirkan dapat berujung bentrokan terbuka.
“Kami siap mati di atas tanah ini. Tanah ini kami garap bertahun-tahun, bukan untuk dijual, tapi untuk hidup. Pemerintah jangan tutup mata. Tim Pansus DPRK yang katanya sudah dibentuk, harus turun tangan secara adil dan transparan,” tegas Safwadi, SH, perwakilan warga penolak pemasangan baliho, Rabu (5/11/2025).
Warga mendesak pemerintah daerah dan Tim Pansus DPRK Aceh Timur agar segera turun ke lapangan untuk menegakkan hasil mediasi dan menghentikan segala bentuk aktivitas perusahaan sampai ada keputusan resmi dan terbuka. Mereka juga meminta aparat keamanan bersikap netral dan tidak berpihak dalam sengketa yang masih dalam proses penyelesaian tersebut.
Sementara hingga berita ini diterbitkan, manajemen PT Parama Agro Sejahtera belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan pelanggaran kesepakatan dan aksi pemasangan baliho larangan di area garapan warga.
Situasi di lokasi sengketa masih terpantau tegang. Warga berjaga‐jaga di sekitar lahan yang mereka garap untuk mencegah tindakan sepihak dari perusahaan maupun aparat keamanan.
Konteks Hukum dan Riwayat Konflik
Agar pembaca memiliki gambaran yang lebih lengkap, berikut poin‐penting mengenai latar belakang konflik, legalitas HGU, dan posisi pihak warga serta perusahaan:
1. Luas dan Status HGU
- PT Parama Agro Sejahtera menguasai HGU yang sebelumnya atas nama PT Bumi Flora (HGU No. 144) seluas ± 6.775,99 hektare di Aceh Timur, yang kini menjadi bagian dari konsesi PT PAS.
- Lahan tersebut sejak 2012 telah banyak digarap oleh masyarakat petani dengan berbagai jenis tanaman (durian, nangka, jengkol, kelapa, sawit, pisang, kakao, kopi robusta, mangga, kuini, kayu jati, dan lainnya).
- Warga menyatakan bahwa ketika HGU aktif, perusahaan sebelumnya (PT Bumi Flora dan/atau PT Dwi Kencana Semesta) tidak mengelola lahan secara produktif, sehingga muncul klaim warga bahwa mereka telah menggarap dan “milik” secara adat maupun fakta lapangan.
2. Riwayat Pelepasan dan Penyerahan Lahan
- Menurut organisasi masyarakat sipil Aliansi Masyarakat Menggugat Keadilan (AMMK), warga menolak perpanjangan HGU PT Bumi Flora dan peralihan ke PT Dwi Kencana Semesta, lalu ke PT Parama Agro.
- Warga menyatakan bahwa pelepasan lahan tersebut terjadi secara paksa saat konflik Aceh masih berlangsung, sehingga mereka takut menggarap dan kemudian setelah perusahaan abai lahan menjadi milik mereka.
3. Legalitas, Mediasi, dan Kendala Batas
- Warga menyebut bahwa pihak perusahaan dan/atau instansi terkait melakukan pengukuran ulang batas lahan tanpa membawa dokumen HGU yang transparan dan memadai. Contoh: pada 3 Juli 2025, di lokasi eks PT Dwi Kencana yang kini dikelola PT PAS, warga menolak kegiatan verifikasi batas lahan oleh perusahaan, karena mereka punya dokumen sendiri dari BPN Provinsi Aceh.
- Belum adanya kejelasan resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Timur tentang keabsahan batas yang disengketakan.
- Warga menilai bahwa mediasi yang difasilitasi pemerintah daerah telah menghasilkan kesepakatan menghentikan aktivitas, namun implementasi di lapangan belum terlihat jelas — apa yang perusahaan lakukan (pemasangan baliho, aktivitas di lokasi) dianggap melanggar komitmen tersebut.
4. Tuntutan Masyarakat dan Posisi Pemerintah
- Warga dan AMMK meminta agar pemerintah daerah (Bupati Aceh Timur) segera menyelesaikan sengketa, menghentikan aktivitas perusahaan hingga ada keputusan final, mengembalikan hak tanah warga, dan menegakkan keadilan agraria.
- Pemerintah daerah juga pernah melakukan pelatihan “No Deforestation, No Peat & No Exploitation (NDPE)” bagi perusahaan perkebunan, termasuk PT Parama Agro, yang menandakan inisiatif regulasi namun bukan khusus untuk menyelesaikan konflik lahan.
5. Respons Perusahaan
- Media melaporkan bahwa manajemen PT Parama Agro terkesan menghindari klarifikasi publik. Seorang manajer perusahaan menunda pertemuan dengan wartawan dan belum memberikan jawaban substantif terkait konflik lahan.
- Dalam suatu klarifikasi Humas perusahaan menyebut bahwa mereka masih dalam tahap operasional dan masih melakukan pengecekan ulang batas lahan, meminta masyarakat bersabar.
Saran Perkuatan Liputan
Agar liputan Anda menjadi semakin kredibel dan eksklusif, berikut beberapa saran tambahan:
- Verifikasi salinan HGU (No. 144) dan dokumen risalah lelang/alih pengelolaan ke PT Parama Agro.
- Wawancara eksklusif pihak BPN Aceh Timur mengenai status batas lahan, proses verifikasi dan pemetaan batas HGU vs lahan garapan masyarakat.
- Wawancara saksi/tokoh warga (misalnya Safwadi, SH) serta tokoh AMMK (Tgk Muda Wali) untuk mendapatkan kronologi asal konflik, termasuk pelepasan lahan saat konflik Aceh.
- Dapatkan data visual (foto, video) dari lokasi—pemasangan baliho, aktivitas perusahaan, situasi warga berjaga-jaga.
- Analisis hukum: apakah perusahaan telah melanggar kesepakatan mediasi, apakah aktivitas perusahaan masih diperbolehkan sementara proses sengketa berlangsung, dan apakah tindakan pemasangan baliho bisa dikategorikan intimidasi.
- Tinjau regulasi Agraria dan HGU terkait: misalnya Undang-Undang Pokok Agraria, UU Cipta Kerja terkait perkebunan, serta mekanisme mediasi konflik agraria di Aceh. ( Red)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar