CNEWS, Medan — Ketegangan agraria di Sumatera Utara kembali memanas setelah Ketua HIPAKAD 63 Sumut, Eddi Susanto, A.Md, menyuarakan kecaman keras terhadap dugaan praktik perampasan tanah rakyat yang disebut dilakukan melalui modus Kerja Sama Operasi (KSO) dan penggunaan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) cacat atau aspal.
Dalam pernyataan resminya, Eddi menegaskan bahwa masyarakat kerap menjadi korban kriminalisasi agraria ketika berupaya meminta penetapan batas tanah negara dan tanah rakyat.
“Rakyat Dirampok, Lalu Diperas”
Eddi menyebut pola yang dipersoalkan masyarakat selama ini sangat jelas:
perusahaan atau pihak tertentu menggunakan HGU cacat/aspal untuk mengklaim tanah yang sudah puluhan tahun dikuasai rakyat. Ironisnya, ketika rakyat meminta legitimasi batas tanah, mereka justru dibebani berbagai pungutan.
“Rakyat yang dirampok tanahnya diperas dengan modus pelepasan aset, bayar dana nominatif, dan bayar hak keperdataan ketika meminta penetapan batas tanah negara dan tanah rakyat,” ujar Eddi.
Ia menyebut praktik tersebut sebagai bentuk kekejian, kekejaman, dan perampokan terstruktur yang sudah berlangsung lama.
Seruan Tegas kepada Presiden Prabowo dan ATR/BPN
HIPAKAD 63 Sumut mendesak Presiden Prabowo Subianto, Menteri ATR/BPN, Kakanwil BPN Sumut, serta Kantor Pertanahan Deli Serdang dan Langkat untuk segera turun tangan menetapkan batas tegas atas tanah negara dan tanah rakyat secara objektif dan transparan.
Eddi menilai, selama batas-batas tersebut tidak ditetapkan secara resmi dan diumumkan kepada publik, konflik agraria di Sumut akan terus berulang dan membuka ruang bagi praktik KSO yang merugikan masyarakat.
Modus KSO Dianggap Mesin Pemiskinan Baru
Menurut Eddi, praktik KSO selama ini kerap menjadi modus korporasi untuk memuluskan penguasaan tanah rakyat dengan memanfaatkan celah administrasi pertanahan.
“Hentikan kekejaman dan perampokan tanah rakyat dengan modus KSO dan penggunaan sertifikat HGU cacat/aspal. Negara tidak boleh memberikan ruang sedikit pun bagi mafia tanah,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa negara seharusnya hadir dengan evaluasi total terhadap seluruh HGU yang tumpang tindih dengan lahan garapan, tanah adat, dan permukiman masyarakat.
Mendesak Audit, Pengungkapan Dokumen, dan Penindakan Hukum
HIPAKAD 63 Sumut meminta pemerintah pusat melakukan langkah cepat yang meliputi:
- Audit menyeluruh terhadap seluruh HGU di Deli Serdang dan Langkat yang diduga cacat prosedur atau tumpang tindih.
- Menghentikan seluruh praktik pungutan pelepasan aset, dana nominatif, dan kewajiban keperdataan tanpa dasar hukum.
- Membuka peta bidang dan dokumen riwayat HGU kepada publik untuk memastikan akuntabilitas.
- Menindak tegas oknum-oknum BPN yang terlibat praktik manipulasi data dan permufakatan merugikan masyarakat.
HIPAKAD Siap Dampingi Masyarakat
Eddi menyebut HIPAKAD 63 Sumut berkomitmen mengawal isu agraria ini hingga tuntas demi mencegah semakin banyak keluarga kehilangan tanahnya akibat apa yang ia sebut sebagai “praktik kolonial gaya baru”. (MI. Nst)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar