Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Zero Narkotika di Lapas: Misi Mustahil Selama Hakim Masih Memenjarakan Pecandu

Selasa, 21 Oktober 2025 | Selasa, Oktober 21, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-21T10:00:27Z

 


CNEWS, Jakarta | Program “Zero Narkotika di Lapas” yang dicanangkan Kementerian Hukum dan HAM sejatinya adalah misi yang nyaris mustahil, selama sistem peradilan masih menjatuhkan hukuman penjara kepada penyalah guna narkotika — kelompok yang secara medis dikategorikan sebagai pecandu atau orang sakit, bukan pelaku kriminal murni.


Menurut sejumlah praktisi hukum dan pemerhati kebijakan narkotika, kesalahan sistemik ini bermula dari putusan hakim yang menjatuhkan pidana penjara terhadap penyalah guna, bukan rehabilitasi medis dan sosial sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


“Selama hakim masih memenjarakan pecandu narkotika, maka zero narkotika di lapas hanya akan menjadi slogan tanpa makna,” tegas seorang sumber hukum senior di Jakarta, Senin (21/10/2025).

 

Lapas Jadi Korban Kesalahan Sistemik


Ironisnya, lembaga pemasyarakatan (lapas) yang seharusnya berfungsi sebagai tempat pembinaan, justru menjadi korban dari keputusan pengadilan.
Penyalah guna yang seharusnya direhabilitasi medis dikirim ke penjara bersama narapidana kasus pidana murni, sehingga lapas berubah menjadi tempat penampungan pecandu yang sedang sakau — tanpa dukungan tenaga medis atau sistem pemulihan yang memadai.


Namun, alih-alih menolak kondisi tersebut, pihak lapas menerima situasi ini sebagai “blessing in disguise” dan mencoba menegakkan program “Zero Narkotika”. Padahal secara faktual, tujuan itu mustahil tercapai.


“Zero narkotika di lapas hanya langkah setengah hati. Secara administratif terlihat tegas, tapi secara substantif mustahil diterapkan ketika penghuni lapas justru para pecandu yang membutuhkan narkotika untuk bertahan,” ujar sumber tersebut.

 

Siklus Relapse dan Bisnis Gelap Tak Pernah Putus


Data lapangan menunjukkan bahwa mayoritas narapidana kasus narkotika di lapas adalah penyalah guna berulang (relapse).
Contohnya publik figur seperti Farisz RM (4 kali tertangkap), Ammar Zoni (3 kali), Ibra (5 kali), dan Rio R (6 kali) — semua kembali ke penjara akibat kambuh menggunakan narkotika setelah bebas.


Kondisi ini memperlihatkan kegagalan sistem pemidanaan dalam memulihkan pecandu. Justru, lapas menjadi lingkaran setan penyalahgunaan narkotika, tempat di mana permintaan terhadap barang haram itu tetap tinggi.


“Makin banyak pecandu dipenjara, makin besar pasar narkotika di dalam lapas,” ungkap seorang petugas lapas yang enggan disebutkan namanya.
“Para pemasok dari luar memanfaatkan kebutuhan itu. Akibatnya, jaringan peredaran gelap justru berkembang di balik tembok penjara.”

 

Petugas Tak Siap Hadapi Pecandu Sakau


Fakta lain yang jarang diungkap adalah ketidakmampuan petugas lapas menghadapi pecandu dalam fase sakau.
Ketika putus obat, pecandu mengalami gangguan fisik dan mental yang berat — mulai dari perilaku brutal, agresif, hingga halusinasi. Sayangnya, sebagian besar petugas lapas tidak memiliki pelatihan medis atau psikologis untuk menangani kondisi tersebut.


Akibatnya, banyak pecandu akhirnya mendapatkan akses ilegal ke narkotika di dalam penjara sebagai bentuk “pengobatan darurat” melalui jalur gelap. Inilah salah satu penyebab kenapa narkotika tak pernah benar-benar hilang dari lapas.


Solusi: Reorientasi Hukum, Bukan Sekadar Razia


Pakar hukum dan aktivis rehabilitasi menilai, solusi struktural hanya bisa dilakukan jika Mahkamah Agung (MA) membina dan mengarahkan para hakim untuk memahami substansi UU No. 35 Tahun 2009 secara utuh.
Penyalah guna yang terbukti mengonsumsi untuk diri sendiri tidak boleh dijatuhi pidana penjara, tetapi diperintahkan menjalani rehabilitasi medis dan sosial di lembaga resmi.


“Selama hakim masih mengadili penyalah guna berdasarkan KUHP, bukan UU Narkotika, maka lapas akan terus menjadi tempat penumpukan pecandu — dan bisnis narkoba akan terus hidup,” tegas sumber tersebut.

 

Penutup: Lapas Bukan Tempat Rehabilitasi, Tapi Cermin Kegagalan Sistem


Kondisi lapas yang dipenuhi pecandu hanyalah gejala dari akar masalah lebih besar: kekeliruan paradigma hukum yang menyamakan pecandu dengan bandar.
Selama paradigma itu tidak berubah, program “Zero Narkotika di Lapas” hanya akan menjadi jargon politis — simbol kegagalan penegakan hukum yang tak berbasis sains dan kemanusiaan.


“Jangan salahkan lapas jika narkoba masih beredar di dalamnya,” pungkas narasumber.
“Salahkan sistem hukum yang memasukkan orang sakit ke dalam penjara.”

(Tim Investigasi – CNews)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update