Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Kematian Tragis Imelda Sabatini Sihombing, Keluarga Laporkan Dugaan Malpraktik RSUD Sultan Sulaiman ke Polda Sumut

Sabtu, 11 Oktober 2025 | Sabtu, Oktober 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-11T13:01:52Z


CNEWS | SERDANG BEDAGAI —
Tragedi kematian Imelda Sabatini Sihombing (23), pasien BPJS Kesehatan asal Desa Gempolan, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai, menimbulkan gelombang duka dan kemarahan publik.
Gadis muda itu menghembuskan napas terakhir pada Jumat (12/9/2025), setelah menjalani perawatan dan operasi di RSUD Sultan Sulaiman. Pihak keluarga meyakini, kematian Imelda bukan sekadar takdir, melainkan akibat dugaan kelalaian medis yang fatal.


Kini, keluarga almarhumah resmi menempuh jalur hukum dengan membuat laporan polisi ke Polda Sumatera Utara, teregister dengan Nomor: LP/B/1650/X/2025/SPKT/POLDA SUMUT, tertanggal 9 Oktober 2025.


Pelapor dalam kasus ini adalah Ana R. Aruan (45), ibu kandung almarhumah, didampingi kuasa hukum Zainul Arifin Hasibuan, S.Hi.


Dari Sembelit ke Operasi Usus Buntu, Berakhir di Kematian

Kronologi tragis ini bermula Kamis (28/8/2025), saat Imelda dibawa oleh orang tuanya ke RSUD Sultan Sulaiman karena mengeluh sakit perut dan sulit buang air besar (sembelit).
Setelah menjalani pemeriksaan di UGD, dokter mendiagnosa gangguan pencernaan biasa dan menyarankan rawat inap.


Empat hari berselang, dokter memutuskan melakukan operasi usus buntu. Operasi berjalan, namun setelah enam hari pasca tindakan, kondisi Imelda justru memburuk.
Keluarga menuturkan bahwa selama masa pemulihan, tidak ada pemeriksaan intensif lanjutan dari dokter bedah yang menangani.

 

“Kami melihat ada pembiaran. Kondisi anak kami makin parah, tapi tidak ditangani serius,” tutur Ana R. Aruan, dengan suara bergetar menahan tangis.

 

Pada Sabtu malam (6/9), perut Imelda membengkak hebat, ia mulai kesulitan bernafas. Petugas medis memasang selang melalui hidung untuk mengeluarkan lendir, namun ketika dilepas, terjadi pendarahan hebat dari dubur hingga Imelda kehilangan kesadaran.
Ia sempat dipindahkan ke ruang ICU, namun nyawanya tak tertolong.
Imelda dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (12/9/2025), pukul 06.55 WIB.


Kuasa Hukum: “Ini Bukan Sekadar Duka, Tapi Tuntutan Keadilan”


Kuasa hukum keluarga, Zainul Arifin Hasibuan, S.Hi., menegaskan laporan ke Polda Sumut bukan karena emosi, tetapi demi penegakan keadilan dan tanggung jawab moral profesi medis.


“Langkah hukum ini ditempuh bukan karena duka semata, tapi karena kami percaya hukum harus berpihak pada kebenaran. Tidak boleh ada lagi pasien yang kehilangan nyawa karena dugaan kelalaian,” ujar Zainul.

 

Ia meminta Kapolda Sumut Irjen Pol. Whisnu Hermawan Februanto untuk memberikan atensi khusus agar penyelidikan berjalan profesional, transparan, dan bebas dari intervensi pihak manapun.


Zainul menegaskan, jika terbukti adanya unsur kelalaian medis, pihak keluarga akan menempuh gugatan perdata dan pidana terhadap pihak rumah sakit.


PPWI Serukan Penegakan Hukum dan Evaluasi RSUD Sultan Sulaiman

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sergai Sumatera Utara, Kh.R. Syahputra C.EJ., C.BJ., CN., C.In., turut menyampaikan duka cita mendalam dan menyerukan penegakan hukum yang tegas.


“Kasus Imelda adalah cermin buram pelayanan kesehatan kita. Ketika nyawa rakyat kecil dipertaruhkan di meja operasi, tidak boleh ada ruang untuk lalai. Negara harus hadir,” tegasnya.

 

Syahputra meminta Kementerian Kesehatan RI dan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara untuk segera melakukan audit medis dan manajerial terhadap RSUD Sultan Sulaiman, guna memastikan apakah telah terjadi pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam penanganan pasien BPJS.


Dua Kasus, Satu Rumah Sakit: Pola Kelalaian yang Berulang


Kasus kematian Imelda bukan satu-satunya yang mengguncang RSUD Sultan Sulaiman.
Beberapa bulan sebelumnya, Tonggoria Tambun, seorang ibu muda, juga kehilangan bayinya setelah diduga tidak mendapat penanganan cepat saat proses persalinan di rumah sakit yang sama.


Dua tragedi beruntun ini menjadi cermin kegentingan layanan publik di sektor kesehatan Serdang Bedagai.
Aktivis dari Aliansi Masyarakat Sipil Serdang Bedagai menilai, persoalan ini bukan sekadar soal medis, tetapi soal kemanusiaan dan keadilan sosial.


“Ketika rakyat datang ke rumah sakit, mereka berharap sembuh — bukan kehilangan nyawa. Kalau nyawa pasien BPJS dianggap tak berharga, maka sistem kita sudah sakit,” tegas salah satu aktivis dalam pernyataannya.


Publik Desak Transparansi dan Reformasi Layanan Kesehatan


Kasus ini menambah panjang daftar dugaan malpraktik dan kelalaian tenaga medis di daerah yang selama ini kerap tertutup oleh birokrasi rumah sakit.
Publik kini menanti langkah konkret Polda Sumut untuk mengusut kasus ini secara tuntas, termasuk memanggil pihak rumah sakit dan dokter bedah yang menangani almarhumah.


Jika kasus ini terbukti mengandung unsur kelalaian, maka RSUD Sultan Sulaiman berpotensi menghadapi sanksi administratif hingga pidana sesuai ketentuan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain.


Harapan Terakhir dari Ayah Korban


Dengan mata sembab, Labuan Sihombing, ayah almarhumah, hanya berucap lirih:


“Kami pasrah, tapi kami ingin keadilan untuk anak kami. Jangan ada lagi orang tua yang kehilangan anaknya seperti kami.” ( Tim).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update