Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Kejati Papua Tetapkan Empat ASN Pemkab Mimika sebagai Tersangka Korupsi Tender Fiktif Aerosport Rp79 Miliar

Kamis, 30 Oktober 2025 | Kamis, Oktober 30, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-30T09:32:45Z

Aktivis Antikorupsi Apresiasi Langkah Tegas Kejati Papua, Desak Proses Hukum Tanpa Pandang Bulu



CNEWS| Jayapura — Penegakan hukum di Tanah Papua kembali menunjukkan taringnya. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua resmi menetapkan empat aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Mimika, Papua Tengah, sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek fiktif pembangunan sarana dan prasarana Aerosport senilai Rp79,13 miliar yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2021.


Langkah tegas ini mendapat apresiasi luas dari kalangan masyarakat sipil, termasuk dari Ketua LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Papua, Yerry Basri Mak, SH, MH, yang menilai keputusan Kejati Papua menjadi sinyal kuat pemberantasan korupsi di wilayah timur Indonesia.


“Saya sangat mengapresiasi langkah cepat Kejati Papua dalam mengusut kasus besar ini. Penetapan empat ASN sebagai tersangka menunjukkan bahwa kejaksaan tidak tebang pilih dan serius menegakkan hukum di Tanah Papua,” ujar Yerry kepada CNEWS, Kamis (30/10/2025).

 

Tender Fiktif Rp79 Miliar: Proyek Aerosport Diduga Sarat Manipulasi


Kasus ini bermula dari proyek pembangunan sarana dan prasarana Aerosport Kabupaten Mimika, yang diduga kuat dipenuhi rekayasa administratif dan teknis sejak tahap lelang.
Menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua, Nixon Mahuse, dalam konferensi pers di Jayapura, Rabu (29/10/2025), penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan setidaknya dua alat bukti kuat yang mengarah pada perbuatan melawan hukum dan indikasi penggelembungan nilai proyek.


Empat tersangka masing-masing merupakan ketua kelompok kerja (pokja) pengadaan, dua anggota pokja, dan satu pejabat pelaksana kegiatan di Dinas PUPR Kabupaten Mimika.
Mereka kini ditahan di Rutan Polda Papua selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lanjutan.


“Proses pemilihan penyedia proyek ini tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ada bukti bahwa panitia pengadaan tetap meloloskan PT KMP sebagai pemenang tender meski tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis,” jelas Nixon.

 

PT KMP Diduga Menang karena Rekayasa Panitia

Dalam penyelidikan terungkap, PT KMP yang memenangkan tender proyek tidak memenuhi kelengkapan dokumen dan kemampuan teknis yang dipersyaratkan, namun tetap ditetapkan sebagai pelaksana proyek oleh panitia pengadaan.
Kejanggalan ini diduga kuat merupakan hasil rekayasa panitia lelang untuk mengarahkan proyek pada pihak tertentu.


“Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan adanya perbuatan melawan hukum berupa rekayasa dalam proses pengadaan yang menyebabkan kerugian keuangan negara dan memperkaya pihak tertentu,” ungkap Nixon.


Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Kejati Papua: Pertama Kalinya Pokja Pengadaan Jadi Tersangka

Kasipenkum Kejati Papua, Valeri Dedy Sawaki, menegaskan bahwa kasus ini merupakan yang pertama di Papua di mana kelompok kerja pengadaan (pokja) turut ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini menjadi momentum penting dalam menegakkan prinsip akuntabilitas dan transparansi pengadaan barang dan jasa pemerintah.


“Ini baru pertama kali di Papua kelompok kerja pengadaan ikut dijerat hukum karena terbukti meloloskan perusahaan yang tidak layak secara administrasi maupun teknis. Kami akan terus kembangkan penyidikan untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain,” tegas Dedy.

 

Aktivis: Uang Negara Harus Kembali, Tapi Pelaku Tetap Dihukum


Sementara itu, Yerry Basri Mak menekankan bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak boleh menghapus tanggung jawab pidana pelaku.
Menurutnya, keadilan sejati hanya akan terwujud bila setiap pelaku korupsi tetap dijatuhi hukuman sesuai undang-undang, meski telah mengembalikan kerugian negara.

 

“Siapa pun yang mengembalikan uang hasil korupsi harus tetap diproses hukum. Itu bentuk efek jera. Jangan sampai uang negara dikembalikan, tapi pelaku dibiarkan bebas,” tegas Yerry.

 

Ia juga mengingatkan agar Kejati Papua tetap independen dan tidak gentar menghadapi tekanan politik atau intervensi dari pihak manapun, terutama dalam kasus besar yang melibatkan pejabat daerah.


Momentum Kebangkitan Penegakan Hukum di Tanah Papua


Langkah progresif Kejati Papua ini dinilai sebagai angin segar dalam upaya pemberantasan korupsi di wilayah Papua, yang selama ini kerap disebut sebagai salah satu daerah dengan tingkat penyimpangan anggaran cukup tinggi.
Dalam bulan Oktober saja, Kejati Papua tercatat telah menetapkan sejumlah tersangka dari berbagai kasus korupsi, termasuk di sektor pendidikan, infrastruktur, dan bantuan sosial.


Publik berharap agar Kejati Papua tetap konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan menjadi contoh keberanian bagi kejaksaan di daerah lain.


“Ini momentum kebangkitan penegakan hukum di Papua. Rakyat Papua pantas mendapatkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi,” pungkas Yerry Basri Mak.

( Red/YBM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update