![]() |
| Poto: Kunjungan Ketua ANTARTIKA DPD SUMUT ke Bupati Aceh Tenggara, Kompi A. Lawe Sigala Kuta Cane dan Polres Kuta Cane bersama keluarga korban |
CNEWS, ACEH TENGGARA – Pertandingan sepakbola antar kampung dalam rangka HUT ke-80 RI di Lapangan Hijau Kompi A TNI, Kecamatan Lawe Sigala-Gala, Kabupaten Aceh Tenggara, Selasa 5 Agustus 2025, berakhir dengan tragedi berdarah. Seorang pemuda, Josua Perjuangan Marpaung (26), warga Desa Kedataran, tewas setelah diduga menjadi korban pemukulan brutal dalam kericuhan yang melibatkan pemain dan penonton.
![]() |
| Poto: Ketua ANTARTIKA DPD SUMUT |
Pertandingan yang awalnya penuh sorak pendukung berubah menjadi kekacauan ketika adu argumen di lapangan memicu perkelahian massal. Upaya aparat pengamanan gagal menghentikan kerusuhan. Josua, yang datang hanya untuk mendukung tim, justru pulang tinggal nama.
Korban Tewas: Anak Petani dari Desa Kedataran
Camat Lawe Sigala-Gala, Ary Syafrizal Arma, S.STP, M.Si, membenarkan kabar duka tersebut.
“Benar, satu orang meninggal dunia. Berdasarkan KTP, korban bernama Josua Perjuangan Marpaung (26), warga Desa Kedataran,” ujarnya.
Josua adalah anak dari Rominton Marpaung (58), seorang petani. Sang ayah sendiri yang melaporkan kasus penganiayaan berat ke Polres Aceh Tenggara pada 6 Agustus 2025.
Bukti Video Viral: Pemukulan di Bawah Sorot Lampu Militer
Video berdurasi 53 detik yang diunggah akun Facebook Pak Kasih Violentina memperlihatkan Josua dikeroyok beberapa orang hingga tersungkur tak sadarkan diri. Publik marah, sebab insiden terjadi di lapangan milik TNI – wilayah yang seharusnya steril dari tindak kriminal.
Proses Hukum Mandek: Dua TNI Ditahan, Dua Sipil Belum Tersentuh
Ketua DPD Antartika Sumut, Dedy Sihombing, yang mendampingi keluarga korban, menegaskan proses hukum kasus ini diduga jalan di tempat.
“Hari ini kami baru menerima SP2HP. Dari empat pelaku, dua oknum TNI sudah ditahan di Oditur Militer ( 4 September 2025) , tinggal menunggu persidangan. Namun dua pelaku sipil yang kami laporkan ke Polres Kutacane sampai sekarang belum ditangkap, padahal salah satunya diketahui masih berada di daerah,” kata Dedy, Rabu (1/10/2025).
Lebih aneh lagi, menurut keterangan pihak kepolisian, penangkapan baru akan dilakukan bila kedua buronan sipil berhasil ditemukan sekaligus. Pola ini dinilai mengada-ada dan memperkuat dugaan publik bahwa kasus ini tidak ditangani serius.
Sikap Keluarga: “Tidak Ada Kata Damai”
DPD Antartika menegaskan pihak keluarga menolak segala bentuk mediasi adat.
“Kami menuntut keempat pelaku dihukum berat, minimal lima tahun penjara. Kalau oknum TNI dihukum di atas lima tahun, otomatis mereka dipecat. Itu konsekuensinya. Tidak ada kata damai,” tegas Dedy.
Surat Laporan Polisi: Bukti Awal yang Ditinggalkan
Kasus ini tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: 80/VIII/2025/SPKT/POLRES ACEH TENGGARA/POLDA ACEH yang ditandatangani IPDA Karmadi, Kanit II SPKT, pada 6 Agustus 2025.
Laporan Rominton Marpaung jelas menyebut dugaan tindak pidana penganiayaan berat Pasal 354 KUHP, yang menyebabkan korban meninggal pada 4 Agustus 2025. Namun, hampir tiga bulan sejak saat ini, penanganan perkara dinilai tidak beranjak jauh.
Ujian Transparansi Penegakan Hukum
DPD Antartika menegaskan, kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat.
“Hukum tidak boleh tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kalau sipil ditindak, oknum aparat juga harus ditindak setegas-tegasnya. Keluarga hanya ingin satu: keadilan tanpa pandang bulu,” tegas Dedy.
Tekanan Publik Meningkat
Kasus ini kini menjadi sorotan luas. Publik menunggu sikap resmi Kodam Iskandar Muda dan Polres Aceh Tenggara. Pertanyaan besar masih menggantung: mengapa dua pelaku sipil belum juga ditangkap, sementara bukti dan laporan sudah terang benderang?
Hingga berita ini diturunkan, dua pelaku sipil masih buron, sementara dua oknum TNI telah resmi ditahan menunggu persidangan di pengadilan militer. ( RI.CN)


.jpg)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar