Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Investor Asing Mengadu ke BKPM: Dari Karpet Merah ke Ruang Pengaduan

Kamis, 09 Oktober 2025 | Kamis, Oktober 09, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-09T14:41:05Z


CNEWS | JAKARTA — Pemandangan yang ironis kini terjadi di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Para raksasa energi dunia—Shell, BP, dan sejumlah perusahaan migas multinasional lain—datang bukan untuk meresmikan proyek baru atau menandatangani investasi strategis, melainkan mengadu.


Ya, mereka datang bukan untuk potong pita, melainkan mengetuk pintu pengaduan. Dulu, ketika pemerintah berteriak “investasi, investasi, investasi!”, mereka disambut karpet merah. Kini, karpet itu tampaknya sudah digulung; yang tersisa hanyalah tali pembatas antrean di ruang keluhan investor.


“Dulu yang memberi izin itu pemerintah sendiri. Kami percaya pada janji pasar bebas,” ujar seorang perwakilan perusahaan energi asing dengan nada getir. “Tapi ternyata, pasar di sini punya satu pintu, satu selang, dan satu keputusan politik.”


Pernyataan itu terdengar seperti satire, namun di lapangan, realitasnya jauh dari lucu.


Pasar Bebas yang Tidak Bebas

Indonesia, yang bangga dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, justru memperlihatkan wajah lain: pasar yang dikendalikan satu tangan—bukan invisible hand ala Adam Smith, melainkan monopolistic hand yang mengatur pasokan dan distribusi energi.


Contohnya, Shell—yang selama ini tidak bermain di segmen BBM bersubsidi dan hanya melayani pasar non-subsidi—malah menjadi korban dalam ekosistem yang diklaim kompetitif. Mereka menjual BBM pada harga pasar dengan risiko penuh, tanpa subsidi, tanpa proteksi. Tapi tetap saja kalah bersaing dengan “saudara tua” yang memiliki hak istimewa dalam rantai pasok dan distribusi, dengan dalih mulia: demi rakyat.


Padahal, rakyat yang dimaksud bukan penerima subsidi, melainkan kelas menengah pembayar pajak penuh—mereka yang mobilnya tak disubsidi, tapi dompetnya tetap ikut menanggung beban defisit APBN.


Nasionalisme Energi atau Nasionalisasi Pasar?


Pertanyaannya kini sederhana tapi tajam:
Apakah ini bentuk nasionalisme energi, atau nasionalisasi pasar yang dikemas dengan jargon kedaulatan?


Sebab bila monopoli dapat disulap menjadi simbol patriotisme, maka ekonomi pasar hanya tinggal dekorasi politik—cantik di pidato, rapuh di praktik.


BKPM di Persimpangan

BKPM kini berada di posisi sulit. Di atas kertas, lembaga ini berperan sebagai garda depan pencipta iklim investasi yang transparan, terbuka, dan bersaing adil. Namun di lapangan, regulasi energi justru membentuk ekosistem tertutup dan eksklusif yang tak bisa disentuh tanpa restu politik.


Analogi paling tepat: seperti rumah kontrakan yang dijanjikan lengkap dengan listrik dan air. Tapi begitu penyewa masuk, kran dan saklar dikunci dari luar.


Kepastian Lebih Mahal dari Bunga Bank


Investor asing bukan malaikat. Mereka datang untuk untung. Namun bagi dunia bisnis global, kepastian hukum dan kebijakan jauh lebih berharga daripada margin laba. Sekali kepercayaan itu runtuh, modal asing tidak akan kembali untuk kedua kali.


Ironinya, setiap kegagalan birokrasi dan ketimpangan pasar di negeri ini selalu punya tameng yang gagah:


“Demi kedaulatan energi nasional.”

 

Kalimat itu memang heroik—hingga Anda melihat SPBU kosong, pasokan terbatas, dan investor yang kelelahan menunggu truk tangki yang tak kunjung datang.


Logika Politik vs Logika Pasar

Dalam logika ekonomi yang sehat, pasar diatur untuk efisiensi.
Dalam logika politik yang dominan, pasar diatur untuk kepatuhan.


Dan ketika logika kedua yang menang, jangan heran bila investasi tersendat, pasokan menipis, dan para investor pergi dengan senyum pahit:

 

“Terima kasih, Indonesia. Kini kami mengerti makna selective capitalis —versi tropis.”

 

Analisis Redaksi 
Tulisan ini disusun berdasarkan konfirmasi dan penelusuran terhadap keluhan resmi sejumlah investor energi asing yang disampaikan melalui BKPM dan sumber internal di lingkungan ESDM serta BUMN energi. Redaksi memastikan verifikasi silang dilakukan untuk menjaga akurasi, independensi, dan kredibilitas pemberitaan. ( Red)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update