CNEWS, Medan–Jakarta – Nama Gubernur Sumatera Utara Bobby Afif Nasution kembali muncul dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan senilai Rp165 miliar. Majelis Hakim Tipikor Medan meminta jaksa KPK menghadirkan menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai saksi.
Meski demikian, sejumlah kalangan menilai pemanggilan ini tidak otomatis menunjukkan keterlibatan Bobby. Sebab, dalam mekanisme keuangan daerah, pergeseran anggaran dilakukan melalui prosedur birokrasi yang melibatkan banyak pejabat teknis, mulai dari dinas hingga Sekretariat Daerah.
KPK Minta Analisis Jaksa
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan lembaganya masih menunggu analisis dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelum memutuskan menghadirkan Bobby di persidangan.
“Dalam perkara ini ada beberapa klaster, yaitu pemberi dan penerima. Saat ini baru klaster pemberi yang sedang bersidang. Jadi, kehadiran saksi dari klaster lain perlu dipelajari relevansinya,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/9).
Budi juga memastikan setiap perintah hakim akan diperhatikan, tetapi langkah KPK harus tetap sesuai kebutuhan hukum, bukan desakan politik.
Pergeseran Anggaran Jadi Sorotan
Sebelumnya, Sekretaris Dinas PUPR Sumut, Muhammad Haldun, menyebut proyek dua ruas jalan—Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara—dibiayai lewat pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Hakim kemudian menilai perlu mendengar keterangan gubernur untuk memperjelas mekanisme tersebut.
Namun pakar hukum tata negara menegaskan, penggunaan Pergub dalam pengelolaan APBD merupakan mekanisme sah sesuai regulasi. “Pergub tidak lahir semata-mata dari kehendak pribadi gubernur, tetapi melalui proses birokrasi dan koordinasi lintas OPD,” jelas seorang akademisi Universitas Sumatera Utara yang dimintai pendapat.
Tidak Ada Bukti Bobby Terlibat
Sampai hari ini, tidak ada bukti maupun dakwaan yang menyebut Bobby Nasution menerima aliran dana dari proyek tersebut. Kasus ini baru menyasar dua terdakwa swasta sebagai pihak pemberi, yakni Muhammad Akhirun Piliang (PT Dalihan Na Tolu Grup) dan Muhammad Rayhan Dulasmi (PT Rona Mora).
Sementara itu, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang disebut memiliki kedekatan dengan lingkaran gubernur, juga masih dalam tahap penyidikan dan belum dilimpahkan ke pengadilan.
Harapan Proses Hukum Objektif
Pengamat menilai kehati-hatian KPK dalam menyikapi permintaan hakim wajar dilakukan agar persidangan tidak bergeser menjadi perang opini politik. “Bobby adalah pejabat publik yang harus dilindungi dari prasangka politik. Kalau memang hanya untuk memperjelas mekanisme anggaran, silakan dipanggil. Tapi jangan sampai dipelintir seolah ada keterlibatan tanpa dasar hukum,” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Medan.
Dengan demikian, pemanggilan Bobby sebagai saksi harus dipandang sebagai bagian dari proses hukum yang wajar, bukan sebagai indikasi keterlibatan langsung. KPK pun menegaskan, semua langkah akan diambil secara objektif dan profesional sesuai dengan kebutuhan pembuktian perkara. ( Red.CN)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar