Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Maluku Lepas Ekspor Produk Perhutanan Sosial: Kebangkitan Ekonomi Hijau di Tanah Rempah

Kamis, 02 Oktober 2025 | Kamis, Oktober 02, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-02T15:18:55Z


CNEWS, Ambon – Maluku kembali mencatatkan langkah penting dalam kebangkitan ekonominya. Puluhan ton produk unggulan hasil perhutanan sosial dilepas menuju pasar ekspor internasional, menandai fase baru keterlibatan masyarakat lokal dalam rantai perdagangan global.


Produk yang dikirim kali ini meliputi pala, cengkeh, minyak kayu putih, minyak pala, serta aneka olahan turunan rempah dan hasil hutan non-kayu. Tidak hanya berorientasi pada kuantitas, seluruh produk tersebut dihasilkan melalui skema perhutanan sosial berbasis masyarakat, yang mengutamakan prinsip keberlanjutan dan kelestarian ekologi.


“Maluku sejak lama dikenal sebagai kepulauan rempah dunia. Dengan ekspor hari ini, Maluku tidak hanya mempertegas identitas sejarahnya, tetapi juga menatap masa depan sebagai pusat pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat,” ujar Mahfudz, tokoh perhutanan sosial yang turut hadir dalam pelepasan ekspor.

 

Nilai Ekspor dan Negara Tujuan

Data yang diperoleh menyebutkan, nilai transaksi ekspor tahap pertama ini mencapai Rp15 miliar. Negara tujuan utama meliputi Belanda, India, dan Jepang, yang memang memiliki pasar kuat untuk rempah asli Maluku dan produk turunan berbasis minyak atsiri.


Belanda dipilih sebagai pintu masuk ke pasar Eropa, India sebagai pusat perdagangan rempah Asia Selatan, sementara Jepang dikenal sebagai pasar premium untuk minyak atsiri dan produk herbal dengan standar kualitas tinggi.


Dampak Langsung ke Masyarakat

Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sedikitnya 1.200 kepala keluarga di wilayah Maluku Tengah dan Seram Barat terlibat langsung dalam rantai produksi ini. Skema yang digunakan tidak hanya meningkatkan pendapatan rumah tangga hingga 35 persen, tetapi juga memperkuat kemandirian ekonomi desa.


Lebih jauh, keberhasilan ekspor ini dianggap sebagai bukti bahwa perhutanan sosial bukan sekadar jargon, melainkan instrumen nyata untuk mengurangi ketimpangan ekonomi sekaligus menekan laju deforestasi.


Simbol Kebangkitan Ekonomi Hijau

Sejarawan lokal menilai, ekspor ini sarat makna historis. Maluku yang sejak abad ke-16 dikenal sebagai “Spice Islands” atau kepulauan rempah dunia, kini kembali menghidupkan identitasnya—namun dengan wajah baru: perdagangan rempah berlandaskan ekonomi hijau.


Acara pelepasan ekspor ditutup dengan pesan optimisme. Pemerintah daerah, pelaku usaha, dan komunitas perhutanan sosial sepakat menjadikan momentum ini sebagai titik balik. Maluku tidak hanya berdiri sebagai produsen rempah global, tetapi juga sebagai model keberhasilan integrasi identitas sejarah, kemandirian ekonomi, dan pelestarian lingkungan. ( Red.CN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update