Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Terbukti Kriminalisasi Wartawan, PPWI Desak Kapolri Copot Kapolres Blora

Senin, 15 September 2025 | Senin, September 15, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-14T20:21:41Z

 


CNEWS - Jakarta  – Kasus kriminalisasi terhadap tiga wartawan di Kabupaten Blora kembali menuai sorotan tajam. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, menegaskan bahwa Polres Blora telah bertindak sewenang-wenang dalam proses hukum. Ia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Kapolres Blora, AKBP Wawan Andi Susanto, karena dianggap sebagai aktor utama di balik praktik kriminalisasi tersebut.


Restorative Justice Aneh Pasca P-21


Salah satu korban kriminalisasi, Siyanti, menyampaikan kepada PPWI bahwa dirinya bersama dua wartawan lain sempat ditahan, namun kemudian dilepas oleh Polres Blora tepat sebelum berkas perkara dan tersangka dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri. Padahal, saat itu berkas telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh pihak Kejaksaan.


Langkah restorative justice yang dilakukan Polres Blora pada titik krusial ini dinilai janggal dan sarat rekayasa. “Inilah wajah Polri yang sebenarnya: buruk, bobrok, dan tidak layak dipertahankan sebagai institusi penegak hukum. Bukan lagi soal oknum, tapi seluruh bangunan institusi ini sudah keropos,” tegas Wilson, Minggu (14/9/2025).


Pelanggaran Hukum Sejak Awal


Wilson menilai, sejak penangkapan pada Mei 2025, Polres Blora sudah sadar melakukan kesalahan fatal. Prosedur penangkapan wartawan sama sekali tidak sesuai KUHAP dan Peraturan Kapolri.


“Dalam jawaban atas permohonan praperadilan, Polres Blora tidak berani menyentuh substansi pelanggaran hukum mereka. Mereka hanya beralasan soal kompetensi relatif, bahwa gugatan praperadilan PPWI salah alamat karena didaftarkan di PN Jakarta Selatan, bukan PN Blora. Padahal tergugat utama adalah Kapolri, sehingga PN Jakarta Selatan sangat tepat,” jelas Wilson.


Meski begitu, hakim tunggal yang memimpin sidang praperadilan menolak permohonan dengan alasan formal, tanpa menyentuh pokok perkara. Menurut Wilson, hal ini mencerminkan adanya ketakutan hakim terhadap pimpinan Polri.


Dugaan Keterlibatan Mafia BBM

Wilson juga mengaitkan kasus ini dengan jaringan mafia BBM subsidi di Blora. Ia menyebut oknum anggota TNI bernama Rico yang diduga menjadi aktor intelektual di balik kriminalisasi wartawan.


“Awalnya, Polres diduga menerima janji dari Rico agar menangkap wartawan yang memberitakan kasus BBM ilegal. Delik penyuapan dibalik menjadi pemerasan, sehingga wartawan dijadikan tersangka. Namun belakangan, ketika Rico kemungkinan besar juga diproses oleh institusi TNI, janji itu ingkar. Akhirnya, Polres memilih jalan pintas dengan melepas wartawan lewat RJ akal-akalan itu,” ungkap Wilson.


Desakan Copot Kapolres


Bagi PPWI, kasus ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan bentuk nyata penyalahgunaan wewenang yang merusak wajah penegakan hukum. Wilson menegaskan, Kapolres Blora harus segera dicopot.


“Rakyat membayar mahal untuk menghadirkan negara yang melindungi warga dari kesewenang-wenangan. Tapi faktanya, aparat justru mempermainkan hukum untuk kepentingan mafia. Kapolres Blora harus dicopot, jika Kapolri masih punya komitmen terhadap keadilan,” tegas Wilson.


Simbiosis Penegak Hukum

Wilson juga menyinggung adanya hubungan simbiosis mutualisme antara Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan, yang membuat penegakan hukum tidak berjalan sesuai koridor. Menurutnya, ketiga lembaga ini saling menutupi kejahatan masing-masing.


“Selama hubungan tidak sehat ini terus berlangsung, jangan pernah berharap hukum ditegakkan untuk rakyat. Yang ada hanya kompromi, barter kasus, dan pengorbanan terhadap kelompok lemah seperti wartawan,” pungkas Wilson. ( Tim - Red) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update