CNEWS -- Tebing Tinggi -- Penegakan hukum di jajaran Polres Tebing Tinggi, Sumatera Utara, kembali dipertanyakan. Dua laporan resmi masyarakat, yang dilayangkan sejak awal 2025, hingga kini tak kunjung jelas prosesnya. Kondisi ini menimbulkan kesan adanya pola pembiaran hukum atau bahkan dugaan “pemeti-esan kasus”.
Dua Laporan yang Mandek
Korban, Syahdan Saragih, seorang jurnalis, melaporkan kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang ITE dengan nomor laporan:
STTLP/LP/B/217/IV/2025/POLRES TEBING TINGGI/POLDA SUMATERA UTARA.
Terlapor adalah seorang pejabat BUMN berinisial CBN yang diduga menyebarkan informasi bohong di media online dengan menuduh Syahdan sebagai pencuri. Nama Syahdan bahkan disebut terang-terangan, padahal tidak ada satupun putusan pengadilan yang menyatakan dirinya bersalah.
Namun, setelah berbulan-bulan berjalan, penyidikan kasus tersebut justru stagnan. Sejumlah saksi korban belum pernah dipanggil, apalagi menetapkan tersangka.
Selain itu, Syahdan juga melaporkan dugaan pengeroyokan dan penganiayaan yang dialaminya di area kebun milik BUMN di Desa Simalas, Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai. Laporan ini tercatat dengan nomor:
STTPL/76/II/2025/POLRES TEBING TINGGI/POLDA SUMUT.
Syahdan mengaku dipukuli, diborgol, bahkan dituduh pencuri oleh pihak keamanan kebun yang dipimpin Kapam berinisial Serka AM, yang saat itu masih aktif sebagai anggota TNI. Peristiwa ini juga sudah dilaporkan ke Subdenpom Tebing Tinggi dengan nomor: LP/02/I/2025.
Anehnya, hingga kini AM masih terlihat bebas berkeliaran di area perusahaan, meski sudah dilaporkan ke dua institusi berbeda: Polres dan Polisi Militer.
Indikasi “Tebang Pilih”
Mandeknya dua laporan ini memunculkan dugaan adanya praktik tebang pilih dalam penegakan hukum. Jika pelapor adalah jurnalis dan rakyat kecil, penanganan kasus terkesan diulur-ulur. Sebaliknya, ketika terlapor adalah pejabat BUMN atau anggota aparat, penyidikan seolah jalan di tempat.
Pola serupa bukan kali ini saja terjadi di Sumatera Utara. Beberapa kasus sebelumnya juga menunjukkan kecenderungan aparat untuk berhati-hati, bahkan diduga menahan diri, ketika berhadapan dengan pelaku yang memiliki jabatan atau pengaruh.
Suara Korban: “Keadilan Jangan Hanya Slogan”
Syahdan menegaskan, yang ia perjuangkan bukan hanya soal nama baik pribadi, tetapi juga martabat hukum di negeri ini.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai hukum ini tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Kalau rakyat kecil dituduh, cepat sekali diproses. Tapi ketika pejabat BUMN dan aparat dilaporkan, kok seolah hilang arah? Ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya.
Tanggung Jawab Kapolda hingga Presiden
Kasus ini kini ditunggu langkah tegas dari Kapolda Sumut, Kapolri, hingga Presiden RI. Publik menanti, apakah laporan masyarakat ini akan benar-benar diproses, atau hanya berakhir sebagai arsip mati di meja penyidik Polres Tebing Tinggi.
Jika tidak segera ditangani, kasus ini berpotensi memperkuat stigma negatif masyarakat bahwa hukum di Indonesia hanya tajam ke rakyat kecil, namun tumpul ke penguasa.
(Tim Inv)
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar