CNews, Jakarta – Gelombang kritik terhadap Polres Metro Jakarta Pusat kian deras menyusul kasus penahanan kontroversial terhadap Ibu Rina Rismala Soetarya, seorang ibu muda asal Sumedang yang ditahan bersama bayinya yang masih berusia sembilan bulan. Kini, sejumlah perwira tinggi Polri, baik yang masih aktif maupun purnawirawan, mulai angkat bicara dan menilai kasus ini sarat dengan praktik kriminalisasi.
Dalam tangkapan layar pesan WhatsApp yang beredar pada Kamis (14/8/2025), Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno, S.H. dengan tegas menyebut perkara ini sebagai “murni kriminalisasi” dan mendesak agar publik ikut memviralkan kasus tersebut di media sosial.
Senada, Kombes Pol Dedy Tabrani menegaskan agar kasus ini segera dibawa ke jalur pengawasan internal. “Dilaporkan saja bang Idris, kan sudah ada Propam dan Kompolnas,” tulisnya kepada jurnalis Idris Hady, yang kemudian meneruskan informasi itu kepada Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke.
Dari Sengketa Utang Jadi Pidana: “Kongsi Jahat” Oknum Polisi?
Kasus yang menjerat Ibu Rina bermula dari sengketa utang-piutang sebesar Rp420 juta dengan rekannya, Apiner Semu. Dari jumlah itu, Ibu Rina telah mencicil Rp110 juta, meski polisi hanya mengakui Rp80 juta. Persoalan ini sejatinya murni ranah perdata, bukan pidana. Namun, laporan Apiner di Polres Jakpus justru berbuah penahanan terhadap Rina.
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, mengecam keras langkah penyidik. “Kalau belum lunas, gugat secara perdata. Kok malah dipidana? Ini bukti polisi berpihak dalam sengketa sipil. Ada indikasi kongsi jahat antara pelapor dan oknum penyidik,” tegas alumni Lemhannas PPRA-48 tahun 2012 itu.
Fakta Menggelitik: Bayi Ditahan, Polisi Diduga Rekayasa Fakta
Kemarahan publik semakin memuncak setelah beredar foto Ibu Rina bersama bayinya di dalam sel tahanan. Polisi mengklaim bayi itu dipulangkan pukul 22.00 WIB, 1 Agustus 2025. Namun, Wilson Lalengke membantah tegas.
“Saya terima foto selfie Ibu Rina dengan bayinya dari dalam tahanan pada pukul 02.00 WIB. Artinya, bayi itu masih di sel ketika polisi bilang sudah dipulangkan,” ungkap Wilson.
Ia juga menuding polisi melakukan rekayasa publikasi dengan mengubah pakaian bayi di foto rilis resmi. “Aslinya pakai kaos merah, di foto jadi kaos hijau. Ini jelas manipulasi untuk menutupi fakta,” tegasnya.
Penahanan yang Tidak Manusiawi
Kondisi penahanan Rina bersama bayinya memicu kecaman dari berbagai kalangan. Foto yang memperlihatkan mereka tidur di lantai beralas kain tipis tanpa fasilitas layak, dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi.
Pengamat hukum pidana sekaligus Penasehat Hukum PPWI, Ujang Kosasih, S.H., menilai tindakan ini mencoreng citra Polri Presisi. “Perempuan dengan anak balita bukan sekadar objek hukum, tapi manusia yang harus diperlakukan bermartabat. Negara tidak boleh abai,” tegasnya.
Budaya Rekayasa Kasus di Polres Jakpus
Wilson Lalengke mengungkapkan bahwa praktik kriminalisasi perkara perdata di Polres Jakarta Pusat bukan kali pertama terjadi. Februari 2025 lalu, sebuah perkara bisnis senilai Rp1,7 miliar juga diproses sebagai pidana sebelum akhirnya berujung damai.
“Kasus Ibu Rina nilainya Rp420 juta. Pelapornya punya kepentingan politik. Ini bukan sekadar penegakan hukum, tapi sudah mengarah pada perburuan uang,” ujar Wilson.
Pernyataannya yang paling keras bahkan menyebut: “Hanya orang dungu yang percaya pernyataan polisi Indonesia.” Kalimat itu mencerminkan krisis kepercayaan publik yang semakin dalam terhadap institusi kepolisian.
Tuntutan Investigasi Independen
Kini, dengan adanya dukungan dari para purnawirawan dan perwira Polri, publik menunggu langkah nyata dari Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo serta Kompolnas untuk membuka investigasi menyeluruh.
“Ini bukan hanya soal Ibu Rina, tapi tentang bagaimana aparat memperlakukan warga negara secara manusiawi,” tegas Irjen Pol (Purn) Dr. Abdul Gofur, S.H., M.H., Dewan Penasehat PPWI.
Hingga berita ini diturunkan, Polres Metro Jakarta Pusat belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik keras para petinggi Polri dalam kasus dugaan kriminalisasi ini.
Catatan Penting : Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen Polri dalam mewujudkan semboyan “Presisi” di tengah sorotan publik soal dugaan rekayasa kasus dan kriminalisasi perkara perdata. ( Satam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar