CNEWS , Jakarta – Penegakan hukum di tubuh Polda Metro Jaya kembali menjadi sorotan tajam publik. Kali ini, institusi penegak hukum tersebut dinilai telah menjalankan praktik penyidikan yang tidak hanya menyimpang dari prosedur hukum, tapi juga terindikasi sarat kepentingan dan rekayasa. Sejumlah kalangan menilai, Polda Metro Jaya telah berubah dari lembaga penegak hukum menjadi instrumen kelompok tertentu yang memanfaatkan celah hukum untuk kepentingan pribadi dan kriminalisasi.
Salah satu kasus yang kini tengah bergulir adalah laporan dugaan pelecehan seksual dengan terlapor Faisal bin Hartono, yang belakangan diketahui merupakan sahabat dari Fahd El Fouz A Rafiq — mantan narapidana korupsi proyek pengadaan Alquran dan infrastruktur wilayah Aceh, sekaligus Ketua Umum Bapera (Barisan Pemuda Nusantara).
Fahd sebelumnya melaporkan Faisal atas dugaan penipuan dan penggelapan, namun kasus tersebut kandas di tengah jalan. Gagal memenjarakan sahabatnya, kini Fahd diduga mengatur skenario baru melalui staf perempuannya, Rully Indah Sari, yang melaporkan Faisal atas dugaan pelecehan seksual.
Yang janggal, laporan tersebut baru dibuat pada 8 April 2025, untuk peristiwa yang diklaim terjadi pada 30 Oktober 2022 — lebih dari dua tahun sebelumnya. Dalam BAP awal, pelapor menyebutkan bahwa pantatnya "disentuh" oleh Faisal di kantor PT Visitama. Namun, bukti-bukti yang diajukan Faisal membantah keras klaim tersebut.
“Hari itu (30 Oktober 2022) adalah hari Minggu. Kantor tutup. Saya sedang menghadiri acara keluarga. Dan yang bersangkutan, Fahd A Rafiq, justru berada di Pekanbaru dalam agenda pelantikan pengurus Bapera. Ini semua terekam dalam dokumentasi lengkap,” ujar Faisal dalam keterangannya.
Namun, alih-alih menghentikan penyelidikan, penyidik Polda Metro Jaya justru mengubah keterangan pelapor dalam BAP dengan menghapus tanggal kejadian dan menggantinya menjadi "sekitar bulan Oktober." Praktik semacam ini, menurut pengamat hukum, merupakan bentuk rekayasa tempus delicti (waktu kejadian perkara) yang mencerminkan penyidikan tidak profesional dan cenderung manipulatif.
Faisal akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, hanya berdasarkan keterangan pelapor, saksi Fahd A Rafiq, dan satu orang ahli psikologi yang tak pernah menyaksikan langsung kejadian. Tidak ada bukti pendukung lain seperti CCTV, visum et repertum, atau saksi independen.
Gugatan Praperadilan Diajukan, Nama Kapolda Metro Jaya Dicantumkan
Menolak dipidanakan secara sewenang-wenang, Faisal melalui kuasa hukumnya, Irwansyah Putra, S.H., M.Kn., CFAS, resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 31 Juli 2025. Menariknya, dalam gugatan itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto turut dicantumkan sebagai pihak termohon.
“Surat panggilan dan penetapan tersangka memuat perubahan waktu kejadian secara sepihak oleh penyidik. Ini pelanggaran serius terhadap asas kepastian dan legalitas hukum,” tegas Irwansyah kepada media.
Menurutnya, perubahan tanggal kejadian mencerminkan upaya sistematis untuk membenarkan keterangan palsu yang dibuat demi memenuhi pesanan dari pihak tertentu. Fakta bahwa satu-satunya alat bukti hanyalah narasi dari pelapor, saksi dekat, dan ahli tidak independen — menunjukkan kasus ini lemah secara formil dan materil.
Kritik Tajam dari Eks Jenderal Polisi
Mantan perwira tinggi Polri yang kini memimpin organisasi advokat PERSADI, Irjen Pol (Purn) Dr. Abdul Gofur, S.H., M.H., turut angkat bicara. Ia menyebut penanganan perkara semacam ini telah mencoreng citra kepolisian dan bertentangan dengan prinsip due process of law.
“Dalam kasus dugaan pelecehan, tidak cukup hanya dengan keterangan korban dan saksi. Polisi harus menghadirkan bukti nyata seperti rekaman CCTV atau hasil visum. Kalau hanya mengandalkan cerita sepihak, maka siapa pun bisa mengarang cerita, dan orang tak bersalah bisa dikriminalisasi,” kata Gofur.
Ia juga menyoroti ketergantungan penyidik pada "ahli psikologi" yang tidak mengalami, melihat, atau mengetahui langsung peristiwa tersebut.
Ada Dugaan Uang Pelicin
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan adanya aliran uang sebesar Rp300 juta ke oknum penyidik agar status Faisal bisa segera ditingkatkan menjadi tersangka. Jika informasi ini terbukti benar, maka skandal ini bisa merembet ke pelanggaran etik dan pidana korupsi di lingkungan Polda Metro Jaya.
Upaya Konfirmasi Masih Berlangsung
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya menghubungi pihak Polda Metro Jaya untuk mendapatkan klarifikasi resmi atas dugaan penyimpangan prosedur dan indikasi kriminalisasi yang menyeret nama pimpinannya, Irjen Pol Karyoto. ( Tim, Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar