CNews - Serdang Bedagai – Keberadaan perkebunan sawit Bandar Pinang Estate ( PT Bandar Sumatera Indonesia ) di Kecamatan Bintang Bayu, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, kini menuai sorotan tajam. Dari penelusuran dokumen di Kanwil BPN Sumut, terindikasi kuat bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) yang sah, meski telah mengelola lahan puluhan tahun yang luasnya diduga mencapai ribuan hektar.
Fakta di lapangan menunjukkan adanya ketidak sesuaian data: daftar resmi di BPN menyebut lokasi HGU berada di Kecamatan Kotarih, sementara aktivitas perusahaan justru beroperasi penuh di Kecamatan Bintang Bayu. Publik menilai hal ini sebagai bentuk pengelabuan atau pembohongan yang bisa dikategorikan praktik mafia tanah.
“Jika benar tidak ada izin HGU yang sah, maka PT Bandar Sumatera Indonesia tidak hanya merugikan negara, tetapi juga telah mengangkangi UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegas tokoh masyarakat pengamat Perkebunan , yang sejak awal mencoba membuka tabir persoalan ini.
Perusahaan Bungkam, Wartawan Dihindari
Tim investigasi CNEWS Sumut sudah dua kali melayangkan permintaan resmi untuk bertemu pihak perusahaan guna meminta klarifikasi terkait:
status dan luas HGU,
jumlah karyawan,
sistem pengupahan apakah sesuai UMR,
jaminan keselamatan kerja,
serta implementasi standar SOP ketenagakerjaan.
Namun hingga hari keenam, pihak perusahaan diduga menghindar. Nomor kontak yang diminta perusahaan untuk komunikasi lanjutan pun tak kunjung ditindaklanjuti. Ketertutupan ini semakin menguatkan dugaan adanya upaya menutupi praktik ilegal di perkebunan tersebut.
Publik Desak Aparat Turun Tangan
Kasus ini kini menjadi sorotan luas. Publik dan aktivis menuntut agar Menteri ATR/BPN, KPK, Polri, Satgas Penertiban Lawasan Hutan ( PKH) , hingga Kementerian Pertahanan segera turun tangan melakukan penyelidikan.
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Jika dibiarkan, rakyat yang dirugikan. PT Bandar Sumatera Indonesia harus diaudit secara menyeluruh, dari legalitas lahan, kewajiban pajak, hingga kesejahteraan pekerjanya,” tegas seorang aktivis di Serdang Bedagai.
Jika dugaan ini terbukti, maka keberadaan Bandar Pinang Estate bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan praktik mafia tanah yang bisa merugikan negara triliunan rupiah sekaligus melanggar hak-hak pekerja dan masyarakat sekitar. ( Tim Jeks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar