CNews - Tebingtinggi, Sumatera Utara – Penegakan hukum di wilayah Polres Tebingtinggi disorot keras oleh sejumlah kalangan, menyusul munculnya dugaan praktik diskriminatif dan tebang pilih dalam penanganan laporan masyarakat, termasuk kasus yang menimpa wartawan senior sekaligus Pemimpin Redaksi media siber gnewstv.id, Rudianto Purba.
Rudianto, yang merupakan peserta UKJ Dewan Pers tahun 2018, melaporkan dugaan penganiayaan yang dialaminya pada 31 Desember 2024 lalu. Peristiwa terjadi di Jalan KF Tandean, dengan terduga pelaku berinisial WHB, seorang pengusaha kelapa parut. Laporan telah teregister di SPKT Polres Tebingtinggi dengan nomor: STPL/B/554/XII/2024/POLRES TEBINGTINGGI/POLDA SUMUT, atas dugaan pelanggaran Pasal 351 ayat 1 KUHP.
Namun, nyaris tujuh bulan berselang, laporan tersebut terkesan tidak berjalan. Pelaku dilaporkan masih bebas berkeliaran, dan tidak ada penahanan ataupun tindakan tegas dari pihak kepolisian. “Saya kecewa. Tidak ada kejelasan, padahal saksi-saksi telah diperiksa, dan kasus ini sudah menjadi perhatian publik,” ujar Rudianto dengan nada kecewa.
Ironisnya, dalam kasus serupa dengan pasal yang sama, seorang warga berinisial JP langsung ditangkap dan ditahan oleh penyidik Polres Tebingtinggi, hanya beberapa hari setelah laporan masuk. Padahal, menurut informasi dari istri JP kepada awak media, suaminya tidak menerima surat pemanggilan terlebih dahulu. Penangkapan ini berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.HAN/63/V/RES.1.6./2025/RESKRIM, tertanggal 15 Mei 2025.
Dugaan Perlakuan Berbeda dan Kriminalisasi
Perbedaan penanganan dua kasus ini memunculkan kecurigaan publik akan adanya diskriminasi hukum. Korban JP adalah warga biasa, sementara pelapor kasus pertama adalah wartawan senior. JP disebut-sebut bekerja serabutan, sedangkan korban yang melaporkannya adalah karyawan di perusahaan besar. Diduga, "faktor pelicin" berperan dalam cepatnya proses hukum terhadap JP.
“Kami mencium ada keanehan. Di satu sisi, pelaku penganiayaan terhadap wartawan dibiarkan, di sisi lain seorang warga kecil langsung ditahan. Di mana keadilan?” ujar tim kuasa hukum Rudianto, Raja Gukguk SH MH dan Agung Saputra Damanik SH.
Kasus Lain yang Mangkrak dan Dugaan Suap
Tidak hanya itu, kasus lainnya yang dilaporkan oleh Syahdan Saragih—korban pengeroyokan oleh oknum pengamanan PTPN Gunung Monako pada Februari 2025 lalu—juga disebut jalan di tempat. Laporan ini tercatat dengan nomor: STTLP/B/76/II/2025/SPKT/POLRES TEBING TINGGI/POLDA SUMUT, atas dugaan pelanggaran Pasal 170 KUHP juncto 351 KUHP.
Terkait lambannya penanganan sejumlah laporan, beredar pula video yang memperlihatkan dugaan penerimaan amplop oleh oknum berseragam Polres Tebingtinggi dari pihak terlapor WHB. Peristiwa ini terjadi di lokasi usaha kelapa parut milik WHB, dan sempat nyaris menyulut isu SARA saat video beredar di media sosial.
Seruan Evaluasi dan Surat Terbuka ke Presiden RI
Melihat gelagat buruk dalam penegakan hukum tersebut, Rudianto Purba melalui organisasi AKPERSI (Asosiasi Keluarga Pers Indonesia) Kabupaten Simalungun menyampaikan surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hingga Kapoldasu Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, agar segera mengevaluasi kinerja Kapolres Tebingtinggi AKBP Simon P. Sinulingga dan mencopot Kasat Reskrim AKP Syahri Sebayang.
"Jangan tunggu viral dulu baru ada keadilan. Hukum harus adil untuk semua, bukan untuk yang bayar-bayar dulu baru diproses," tegas Rudianto. Pihaknya juga menegaskan, kasus ini telah dilaporkan ke Subdit Siber Polda Sumut atas dugaan pelanggaran UU ITE, dengan nomor: STTLP/102/I/2025/SPKT/POLDA SUMUT.
Harapan Penegakan Hukum Tanpa Abu-Abu
Kuasa hukum dan korban meminta Polri bertindak tegas terhadap pelaku dan oknum yang mempermainkan hukum di wilayah hukum Polres Tebingtinggi. “Kapolri harus tegas. Ini bukan sekadar soal laporan, tapi menyangkut wajah dan integritas kepolisian di mata rakyat,” tegas tim kuasa hukum.
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi Polri, apakah mampu menegakkan hukum secara adil dan profesional, atau justru mempertontonkan hukum yang abu-abu dan diskriminatif di mata publik. (Tim Inv)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar