Medan — Viral di media sosial, sebuah kasus sengketa tanah bernilai miliaran rupiah di Sumatera Utara menyeret nama besar seorang anggota DPR RI aktif, Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus. Dalam kasus ini, aparat kepolisian tengah mendalami dugaan serius pemalsuan data kependudukan, termasuk kepemilikan dua Nomor Induk Kependudukan (NIK) oleh satu orang.
Penyelidikan resmi dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut setelah laporan masyarakat mengindikasikan praktik identitas ganda yang digunakan dalam dokumen hukum terkait sengketa tanah. Pemeriksaan terhadap pelapor, Legiman Pranata, dilakukan pada 10 Februari 2025 oleh penyidik KOMPOL Damos C. Aritonang, S.I.K., M.H., dan AIPTU Sunardi Sanjaya, berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan tertanggal 5 Januari 2025.
Dua KTP, Dua Tahun Lahir, Satu Sosok Terlapor
Dalam keterangannya, Legiman mengungkap keberadaan dua identitas kependudukan atas nama yang diyakininya merujuk pada individu yang sama:
- Sihar Sitorus, lahir di Rantau Prapat, 12 Juli 1966, NIK: 127117xxxxxxxx02
- Sihar P.H. Sitorus, lahir 12 Juli 1968, NIK: 31730xxxxxxxx004
Kedua identitas tersebut disebut digunakan secara bergantian dalam dokumen hukum berbeda, termasuk sertifikat hak milik (SHM) dan akta sewa menyewa tanah. Nama “Sihar Sitorus” tercantum dalam SHM No. 477 yang terbit tahun 2007, sementara “Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus” muncul dalam akta sewa tahun 2012.
“Saya heran, bagaimana mungkin satu orang punya dua NIK dan dua tanggal lahir, tapi digunakan sah dalam dokumen resmi negara?” kata Legiman kepada penyidik.
Konflik Tanah Mewah yang Bergulir Sejak 2000
Masalah bermula saat Legiman menemukan plang klaim milik “Sihar Sitorus” berdiri di atas lahan yang telah ia beli sah melalui akta jual beli pada tahun 2000, dan terdaftar atas namanya dalam SHM No. 655. Klaim sepihak tersebut kemudian berkembang menjadi konflik hukum yang melibatkan perusahaan besar PT Torganda—perusahaan yang diketahui milik keluarga Sitorus.
Pada tahun 2013, muncul lagi plang baru bertuliskan “DR. SIHAR PH SITORUS” yang mengklaim lahan itu berdasarkan SHM No. 477. “Saya dilaporkan, diintimidasi, dan terus dikriminalisasi hanya karena mempertahankan tanah saya sendiri,” ujarnya.
Disdukcapil: Dua Nama, Satu Orang
Yang mengejutkan, surat resmi dari Disdukcapil Kota Medan tahun 2021 menyatakan bahwa kedua identitas tersebut merujuk pada satu orang yang sama. Namun, kepolisian belum memberikan keterangan resmi apakah penggunaan dua identitas itu bagian dari kelalaian, atau rekayasa hukum.
“Kalau benar itu satu orang, mengapa bisa punya dua NIK, dua tempat dan tanggal lahir berbeda? Ini bukan persoalan administratif biasa,” tegas Legiman.
Dugaan Pelanggaran UU Administrasi Kependudukan
Penyidik kini memfokuskan penyelidikan pada kemungkinan pelanggaran UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 94 dan 96A menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memiliki lebih dari satu NIK atau memalsukan data pribadi bisa dikenai pidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp75 juta.
Sejumlah dokumen penting telah diserahkan Legiman kepada penyidik, antara lain:
- Salinan Putusan PTUN No. 98/G/2017/PTUN-MDN
- Surat Keterangan Disdukcapil Kota Medan
- Surat Kuasa dari Sihar kepada Iwan Japerson Sitorus
- Salinan SHM No. 477
- Undangan klarifikasi dari BPN Deli Serdang
Publik Menanti Langkah Hukum Nyata
“Saya bukan pejabat, saya hanya rakyat biasa. Tapi saya tidak ingin negara ini buta terhadap kebenaran hanya karena yang dilaporkan adalah tokoh besar,” tegas Legiman saat diwawancarai awak media pada Jumat (11/4/2025).
Kini, semua mata tertuju pada Polda Sumut dan keberanian aparat dalam menangani kasus ini secara terbuka dan adil. Apakah hukum akan tegak tanpa pandang bulu? Atau kasus ini akan masuk daftar panjang konflik agraria yang mandek?
Yang jelas, ini bukan hanya soal batas tanah—melainkan tentang keseriusan negara melindungi data kependudukan dan hak warga dari manipulasi kekuasaan. ( TimRed)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar