Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Dirut Pemberitaan Jak TV Jadi Tersangka Obstruction of Justice, Dewan Pers dan AJI Soroti Ancaman Serius terhadap Kebebasan Pers

Kamis, 24 April 2025 | Kamis, April 24, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-23T17:51:06Z

 


CNEWS — Jakarta, 22 April 2025

Kasus penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB), oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia menjadi viral dan hangat diperbincangkan publik, baik di media sosial maupun kanal berita nasional. TB diduga terlibat dalam obstruction of justice bersama dua pengacara, Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS), terkait perkara mega-korupsi yang tengah ditangani Kejaksaan.


Dalam konferensi pers yang digelar Selasa dini hari, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, membeberkan bahwa ketiganya diduga melakukan permufakatan jahat untuk menghalangi penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan pengadilan pada tiga kasus besar: korupsi komoditas timah PT Timah Tbk (2015–2022), impor gula oleh Tom Lembong, dan fasilitas ekspor CPO.


 “Tian Bahtiar menerima dana sebesar Rp478,5 juta dari MS dan JS untuk menyusun serta menayangkan konten yang mendiskreditkan Kejaksaan melalui berbagai platform, termasuk Jak TV,” ungkap Qohar.


Konten Bayaran, Kampanye Opini, dan Dugaan Pencucian Uang


Selain pemberitaan bermuatan negatif, TB juga disebut mendanai rangkaian kegiatan seperti seminar, demonstrasi, podcast, dan talkshow yang secara naratif melemahkan citra lembaga penegak hukum. Bukti-bukti yang disita meliputi invoice publikasi, dokumen kampanye media, alat komunikasi, hingga skema aliran dana yang berpotensi terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).


Salah satu invoice senilai Rp153,5 juta mencatat pembayaran atas puluhan konten manipulatif mengenai kasus impor gula. Sementara dokumen lain menunjukkan alokasi Rp2,4 miliar untuk kampanye media dengan tujuan menggiring opini publik demi melemahkan integritas Kejaksaan.


Dewan Pers Minta Proses Etik Didahulukan


Menanggapi kasus ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, telah melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk memastikan bahwa produk jurnalistik yang dipersoalkan tetap diproses melalui mekanisme etik, bukan pidana.


 “Kami akan menelaah apakah konten yang diproduksi TB masih berada dalam batas praktik jurnalistik. Jika ya, maka ranah penyelesaiannya harus etik. Tidak bisa serta-merta dipidanakan,” tegasnya.


Komunitas Jurnalis: Ini Preseden Bahaya


Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, menyebut langkah Kejagung sebagai potensi awal kriminalisasi media. Ia menegaskan bahwa sengketa pemberitaan wajib terlebih dahulu dikaji oleh Dewan Pers.


Senada dengan itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida, menyebut tuduhan obstruction of justice terhadap insan media sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan informasi.


Berita yang dinilai tidak menguntungkan atau negatif seharusnya dilaporkan ke Dewan Pers, bukan langsung dijadikan dasar pidana. Ini membuka pintu kriminalisasi,” katanya.


Pasal yang Menjerat dan Ancaman Hukuman


TB, MS, dan JS dijerat dengan Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan.


Pasal 21 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses hukum dalam perkara korupsi dapat diancam pidana 3 hingga 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp600 juta.


Sementara Pasal 55 KUHP menjelaskan bahwa siapa pun yang turut serta, menyuruh, atau membantu terjadinya tindak pidana akan dihukum sebagai pelaku.


 “Kasus ini bukan hanya soal uang atau media, tetapi tentang bagaimana kekuasaan dan komunikasi bisa disalahgunakan untuk mengacaukan keadilan,” pungkas Qohar

( Tim)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update