Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


Sengketa Lahan di Desa Karangsia: Warga dan PT Bumi Mekar Hijau Belum Temukan Titik Terang

Jumat, 14 Maret 2025 | Jumat, Maret 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-14T14:49:54Z


CNEWS - PALEMBANG, SUMATERA SELATAN – Konflik sengketa lahan antara masyarakat adat Desa Karangsia dan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) terus berlanjut tanpa penyelesaian yang jelas. Ketua Umum Komando Nasional Prabowo Satria Sejati (PRASASTI), Henny H. Latuheru, menegaskan bahwa setiap pengaduan dari masyarakat harus ditindaklanjuti dengan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait untuk mencari kebenaran.

Sengketa ini berawal dari tumpang tindih kepemilikan lahan. PT BMH mengantongi Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk kawasan hutan produksi di Desa Karangsia. Di sisi lain, masyarakat penggarap telah memiliki Surat Pengakuan Hak (SPH) sejak 1984, yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Karangsia dan disahkan oleh Camat Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, di masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Ketua DPW Generasi Muda Peduli Tanah Air (GEMPITA) Sumatera Selatan, Arianto, S.Sos, menyatakan bahwa pihaknya telah beberapa kali melakukan mediasi dengan PT BMH bersama perwakilan kehutanan Sumsel dan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Namun, hingga kini belum ada kesepakatan yang dicapai. Oleh karena itu, DPW GEMPITA Sumsel membawa kasus ini ke Komnas HAM RI dengan harapan mendapat solusi yang adil bagi masyarakat Desa Karangsia.

Dalam upaya menyelesaikan sengketa ini, Kepala Desa Karangsia, Usman, bersama Ketua Umum PRASASTI serta Ketua DPW Profesional Jaringan Mitra Negara (PROJAMIN) Sumatera Selatan, Ijudin, M.B.A, melakukan kunjungan ke kantor PT Bumi Mekar Hijau. Mereka diterima oleh Ruly Kurniawan dan Yasun, staf dari SCE-CR PT BMH.

Menurut Kepala Desa Usman, masyarakat adat yang terdiri dari Suku Melayu dan beberapa suku lainnya telah menguasai lahan tersebut lebih dari 65 tahun. Tanah itu dianggap milik mereka berdasarkan SPH yang diterbitkan oleh pejabat pemerintah setempat. Hingga 2017, lahan tersebut tidak pernah dikelola oleh investor atau pihak lain. Namun, kini masyarakat merasa tanah mereka diserobot dan dirusak oleh PT BMH tanpa izin dari kepala desa maupun warga setempat.

Untuk memastikan kejelasan status lahan, PRASASTI bekerja sama dengan DPW PROJAMIN dan DPW GEMPITA melakukan penelitian data fisik dan yuridis. Tujuannya adalah menganalisis kepastian hukum guna menyelesaikan konflik ini.

“Sengketa ini harus diselesaikan dengan baik dan benar. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan bagi masyarakat benar-benar terwujud,” tegas Henny H. Latuheru.

Hingga saat ini, masyarakat Desa Karangsia masih berharap ada solusi yang adil bagi mereka dan pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi konflik lahan ini. ( RI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update