CNEWS - Palembang – Seorang ibu seharusnya mendapat penghormatan dan perlindungan, sebagaimana nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun, kenyataan pahit justru dialami oleh Martini (60), warga Jalan HM Ryacudu, Lorong Sadar, Palembang.
Martini telah mengais rezeki sebagai juru parkir di bawah Jembatan Ampera 16 Ilir selama 30 tahun. Selama ini, ia selalu membayar retribusi sesuai dengan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Namun, sejak lebih dari sebulan lalu, lahan parkir yang menjadi sumber nafkahnya justru dirampas oleh kelompok yang diduga preman, yakni Garda Matra, yang diketuai oleh Diki, Budi, Ujang Hitam, dan Tungau beserta komplotannya.
“Saya tidak berani melawan, Pak. Saya hanya seorang ibu yang sudah tua,” ujar Martini dengan nada lirih saat ditemui awak media.
Ia pun berharap agar Presiden Prabowo Subianto dan Kapolda Sumatera Selatan turun tangan membantu. "Banyak yang saya hidupi dari hasil mengelola parkir ini—anak, cucu, bahkan beberapa anak yatim. Saya mohon keadilan," ucapnya penuh harap.
Lebih lanjut, Martini mengaku telah melaporkan peristiwa ini ke pihak kepolisian, tetapi hingga kini belum ada tindakan. "Kalau laporan saya tidak ditindaklanjuti, saya akan mengadu langsung ke Kompolnas dan Propam Mabes Polri," tegasnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa aparat penegak hukum (APH) terkesan bungkam terhadap praktik premanisme yang semakin merajalela? Apakah hukum masih berpihak kepada rakyat kecil, atau justru tunduk kepada kekuatan yang lebih besar?
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan Martini. Masyarakat pun menanti kejelasan, apakah keadilan masih bisa ditegakkan di negeri ini.
(Liputan Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar