Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Trump Angkat Pengusaha Ganja Jadi Utusan Khusus AS untuk Irak: Antara Politik Balas Jasa, Bisnis, dan Risiko Diplomatik

Rabu, 22 Oktober 2025 | Rabu, Oktober 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-21T17:25:41Z


CNEWS, Jakarta — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu perdebatan luas di Washington dan dunia internasional setelah menunjuk Mark Savaya, seorang pengusaha ganja asal Detroit, sebagai Utusan Khusus AS untuk Irak.


Savaya dikenal sebagai pendiri Leaf and Bud, perusahaan penanam ganja dalam ruangan terbesar di negara bagian Michigan, yang iklannya mendominasi papan reklame di berbagai kota besar. Di bawah kepemimpinannya, Leaf and Bud menjadi simbol industri ganja legal AS yang berkembang pesat pasca-liberalisasi di era Trump pertama.


Langkah ini diumumkan langsung oleh Trump di platform pribadinya, Truth Social, pada Senin malam waktu Washington (21/10/2025).


“Pemahaman mendalam Mark tentang hubungan Irak-AS dan koneksinya di kawasan tersebut akan membantu memajukan kepentingan rakyat Amerika,” tulis Trump.

 

Ia juga memuji loyalitas Savaya selama kampanye Pilpres 2024:


“Mark adalah pemain kunci dalam kampanye saya di Michigan. Ia membantu mengamankan rekor suara dari komunitas Muslim-Amerika,” ujar Trump.

 

Meski disebut membawa pengaruh besar di komunitas Muslim, Savaya sebenarnya bukan Muslim, melainkan Chaldean, kelompok Kristen Timur asal Irak yang banyak bermigrasi ke Michigan.


Latar Politik dan Motif di Balik Penunjukan Savaya


Sumber internal Gedung Putih menyebut penunjukan Savaya bukan semata keputusan diplomatik, melainkan manuver politik yang sarat balas jasa.
Dalam Pilpres 2024, Michigan menjadi negara bagian penentu kemenangan Trump. Savaya dan jaringan bisnis Chaldean-nya diduga menjadi donatur besar kampanye Trump, sekaligus penggerak dukungan komunitas Arab-Amerika yang kecewa terhadap kebijakan Partai Demokrat dalam isu perang Gaza.


Berdasarkan laporan investigatif The Washington Post, Savaya juga dikenal dekat dengan beberapa tokoh penting di Partai Republik yang mendorong kebijakan “reorientasi ekonomi” Timur Tengah, termasuk investasi sektor energi dan agro-industry pasca-konflik di Irak.


“Ini adalah kombinasi antara politik balas jasa dan strategi ekonomi tersembunyi,” ujar seorang analis kebijakan luar negeri di Brookings Institution, Dr. Ethan Miles.
“Trump tidak hanya membalas dukungan, tapi juga menyiapkan jalur investasi AS yang lebih agresif di Irak melalui figur non-diplomat yang loyal.”

 

Kontroversi Hukum dan Etika: Irak Masih Berlakukan Hukuman Mati untuk Kasus Narkoba


Penunjukan Savaya sontak menuai kritik keras dari berbagai kalangan diplomatik dan hukum. Irak hingga kini melarang keras narkotika dalam bentuk apa pun, termasuk ganja, dan masih memberlakukan hukuman mati bagi pengedar besar.


Beberapa anggota parlemen Irak yang dikutip oleh kantor berita Al-Sumaria News menyebut langkah Trump “tidak menghormati kedaulatan hukum Irak.”


“Mengirim pengusaha ganja ke Baghdad sama saja dengan provokasi simbolis terhadap sistem hukum dan moral kami,” ujar anggota parlemen Irak, Mahmoud Al-Bayati.

 

Sementara itu, sejumlah diplomat karier di Departemen Luar Negeri AS menilai langkah Trump berisiko tinggi bagi hubungan bilateral. Seorang pejabat senior, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan:


“Ini bukan sekadar pelanggaran etika diplomatik, tapi juga potensi bencana diplomasi publik. Bayangkan jika utusan resmi AS dikenal sebagai pengusaha ganja di negara dengan hukuman mati untuk narkotika.”

 

Trump dan Pola Baru Diplomasi Pribadi


Trump dikenal sering menunjuk “utusan khusus” (special envoy) ketimbang duta besar resmi yang harus melalui proses konfirmasi Senat. Skema ini memungkinkannya menempatkan loyalis politik langsung di bawah kendalinya, tanpa pengawasan legislatif.


Dalam periode keduanya di Gedung Putih, sejumlah special envoy telah diangkat tanpa latar belakang diplomatik, termasuk pengusaha energi, tokoh gereja evangelis, hingga influencer media sosial.


Penunjukan Savaya menambah panjang daftar utusan khusus “non-diplomat” Trump, mempertegas gaya pemerintahan yang lebih personal, pragmatis, dan politis.


“Trump mengubah diplomasi AS menjadi ekstensi jaringan bisnis dan loyalitas politik,” kata Profesor Linda Carver dari Harvard Kennedy School. “Dalam kasus Savaya, kita melihat pertemuan antara politik uang, diplomasi informal, dan kebijakan luar negeri yang oportunistik.”

 

Koneksi Bisnis Irak–AS: Ada Agenda Ekonomi di Balik Layar?


Beberapa analis ekonomi menilai, di balik penunjukan kontroversial ini, tersimpan agenda bisnis strategis AS di sektor energi dan pertanian Irak.


Sumber di Departemen Perdagangan AS menyebut, Savaya tengah menginisiasi rencana investasi gabungan antara perusahaan ganjanya dan konsorsium agrikultur Irak untuk mengembangkan medical herbs dan hemp (serat ganja non-narkotika) di kawasan Kurdistan Irak — yang memiliki regulasi berbeda dari Baghdad.


Proyek tersebut disebut-sebut bernilai lebih dari USD 400 juta, dan dapat menjadi pintu masuk baru bagi pengaruh ekonomi AS di kawasan tersebut.


Respons Publik dan Dunia Internasional


Penunjukan ini memicu gelombang reaksi di media sosial. Sebagian kalangan pendukung Trump menganggapnya sebagai terobosan “di luar kotak,” sementara kelompok liberal dan aktivis anti-narkotika menyebutnya “puncak absurditas diplomasi Trump.”


Kementerian Luar Negeri Irak hingga berita ini diturunkan belum memberikan pernyataan resmi, namun sumber diplomatik di Baghdad mengatakan pemerintah Irak akan “meminta klarifikasi formal” melalui Kedutaan Besar AS.

Di sisi lain, beberapa analis Timur Tengah menilai penunjukan Savaya bisa memperumit posisi AS di mata dunia Arab.


“Trump sedang bermain api di wilayah yang sangat sensitif,” ujar Dr. Karim Al-Mufti, pengamat politik dari Lebanon. “Ganja, Israel, dan perang Gaza adalah tiga isu yang paling tabu di dunia Arab saat ini. Mengirim pengusaha ganja ke Irak jelas bukan pesan yang bijak.”

 

Savaya: “Saya Siap Jalankan Misi Presiden”


Menanggapi kritik tersebut, Savaya menulis di platform X bahwa dirinya siap menjalankan amanat tersebut dengan penuh tanggung jawab:


“Saya berkomitmen memperkuat kemitraan AS–Irak di bawah kepemimpinan Presiden Trump. Misi ini adalah kehormatan besar bagi saya sebagai keturunan Chaldean yang masih memiliki akar keluarga di Irak.”

 

Savaya juga menegaskan bahwa bisnis ganjanya bersifat legal di AS dan tidak akan mempengaruhi tugas diplomatiknya.


Analisis: Diplomasi Beraroma Politik dan Bisnis


Penunjukan Mark Savaya memperlihatkan pola pemerintahan Trump jilid dua yang semakin mengaburkan batas antara diplomasi, bisnis, dan loyalitas politik.
Dengan menempatkan sosok pengusaha ganja sebagai utusan ke negara yang melarang narkotika, Trump tidak hanya menantang norma diplomatik global, tetapi juga membuka bab baru dalam strategi realpolitik versi Washington: “kekuatan personal di atas protokol.”


Jika tidak dikelola hati-hati, langkah ini berpotensi menimbulkan krisis diplomatik baru antara AS dan Irak, sekaligus mengguncang kepercayaan dunia Arab terhadap arah kebijakan luar negeri pemerintahan Trump. ( Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update