CNEWS - Jakarta, 21 Januari 2025 – Proses klarifikasi laporan dugaan pelanggaran etik oleh Kapolres Pringsewu, AKBP Yunnus Saputra, yang dihadiri oleh pelapor Wilson Lalengke di Gedung Presisi 3 Mabes Polri berakhir dramatis. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) tersebut walkout dari ruang penyidikan setelah merasa hak-haknya sebagai warga negara dilanggar oleh penyidik Divisi Propam Polri.
Wilson Lalengke, didampingi tim kuasa hukumnya, Advokat Ujang Kosasih, S.H., dan Advokat H. Alfan Sari, S.H., M.H., M.M., dijadwalkan memberikan klarifikasi pada Selasa, 21 Januari 2025. Namun, proses tersebut berubah menjadi perdebatan ketika penyidik, Iptu Yulius Saputra, melarang pelapor dan timnya mengambil dokumentasi selama proses berlangsung. Bahkan, telepon genggam diminta untuk dikumpulkan.
Menanggapi larangan tersebut, Wilson Lalengke tegas menolak dan menyampaikan sejumlah keberatan. Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip transparansi dan keadilan yang digaungkan dalam motto Polri, PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan). “Mengapa aparat leluasa mengambil dokumentasi, sementara kami sebagai pelapor tidak diizinkan? Apakah aparat lebih berhak daripada rakyat?” ujar Wilson, mempertanyakan kebijakan tersebut.
Wilson juga menyoroti dugaan ketidakkonsistenan aparat, yang pada saat menerima laporan justru meminta bukti dokumentasi berupa foto, video, dan rekaman suara dari pelapor. Ia menganggap pelarangan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan SOP internal Polri untuk menutupi potensi penyimpangan selama proses klarifikasi.
Tidak berhenti di situ, Wilson menuding bahwa tindakan penyidik bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh, memiliki, dan menyampaikan informasi. Selain itu, larangan tersebut juga diduga melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur ancaman pidana bagi pihak yang menghambat kegiatan jurnalistik.
Karena keberatan tersebut tidak diindahkan, Wilson Lalengke memutuskan meninggalkan ruang penyidikan. “Kami walkout sebagai bentuk protes atas kepongahan aparat yang melarang dokumentasi. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang harus kami lawan,” tegas Wilson.
Setelah meninggalkan ruang klarifikasi, Wilson bersama tim hukumnya langsung menuju ruang penerimaan laporan masyarakat (Lapdumas) Divpropam Polri. Di sana, ia membuat laporan atas perilaku buruk penyidik Unit III Den A Biro Paminal Divpropam Polri, yang dianggapnya melanggar hukum dan prinsip pelayanan publik.
Peristiwa ini menambah panjang deretan polemik terkait profesionalisme Polri. “Di satu sisi, mereka mengaku PRESISI, tapi di sisi lain mereka gagal nalar dalam menerapkan aturan. Aneh bin ajaib negeri ini,” pungkas Wilson.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Divpropam Polri terkait insiden tersebut. Publik kini menanti tanggapan Polri atas laporan baru yang diajukan Wilson Lalengke. Kasus ini kembali menguji komitmen Polri dalam menerapkan transparansi dan keadilan. ( Tim -Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar